Ukraina Tuduh Tawaran Gencatan Senjata Putin sebagai Propaganda
Ukraina, Jerman, dan Amerika Serikat pada hari Kamis menolak deklarasi gencatan senjata Rusia atas Natal Ortodoks.
KIEV, SATUHARAPAN.COM- Rusia “harus meninggalkan wilayah pendudukan, baru setelah itu akan ada ‘gencatan senjata sementara’. Simpan kemunafikan pada diri Anda sendiri,” tulis penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, di Twitter sebagai reaksi atas pengumuman Kremlin tentang gencatan senjata pada hari Natal Gereja Ortodoks.
"Ini adalah gerakan propaganda yang lengkap dan tidak lebih," kata Podolyak dalam pernyataan terpisah.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Kamis (5/1) memerintahkan gencatan senjata sementara di Ukraina pada hari Natal Ortodoks, yang dirayakan pekan ini oleh kedua negara, menurut Kremlin.
Ini adalah pertama kalinya Rusia memberlakukan gencatan senjata penuh di Ukraina sejak peluncuran ofensif pada Februari tahun lalu.
“Rusia berusaha mencari cara untuk menurunkan intensitas pertempuran dan intensitas serangan di pusat logistiknya” untuk memperkuat dan menyusun kembali kekuatan,” kata Mykhailo Podolyak.
Respons AS dan Jerman
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan bahwa perintah Putin untuk gencatan senjata Natal Ortodoks selama dua hari di Ukraina hanyalah upaya untuk menemukan ruang bernapas untuk upaya perangnya.
“Dia siap mengebom rumah sakit, rumah perawatan, dan gereja” pada 25 Desember dan pada Hari Tahun Baru, kata Biden, menambahkan: “Saya pikir dia sedang berusaha mencari oksigen.”
Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengecam gencatan senjata yang diperintahkan oleh Putin dan mengatakan jika pemimpin Rusia benar-benar menginginkan perdamaian “dia akan membawa pulang tentaranya.”
“Apa yang disebut gencatan senjata tidak membawa kebebasan atau keamanan bagi orang-orang yang hidup dalam ketakutan sehari-hari di bawah pendudukan Rusia,” tulis Baerbock di Twitter. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...