UKSW Dukung Tempe Jadi Warisan Budaya Indonesia
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM – “Tempe sebagai Warisan Budaya Indonesia” diangkat menjadi tema seminar nasional yang diselenggarakan Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), di Balairung Universitas, pada 27 Juli lalu. Dekan Biologi UKSW, Dra Lusiawati Dewi MSc, mengemukakan, tempe merupakan salah satu pangan fungsional sekaligus fermentasi asli Indonesia.
Bahkan saat ini, dikatakan Lusiawati, tempe tengah didaftarkan untuk memperoleh pengakuan dunia melalui UNESCO sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
“Dalam proses tersebut, Forum Tempe Indonesia atau FTI membutuhkan dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan yang didukung FTI, US Soybean Export Council, serta Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia kali ini tidak terbatas pada seminar, namun juga mengandung harapan agar ke depan masyarakat lebih peduli pada tempe yang merupakan warisan budaya nenek moyang kita,” ia menjelaskan.
Tempe Memiliki Khasiat Mengobati
Hal senada diungkapkan Prof Dr Ir Made Astawan MSc., selaku Ketua FTI sekaligus salah satu narasumber seminar. Perlu dukungan dari berbagai pihak agar tempe diakui sebagai makanan asli Indonesia. Sekjen Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi) tersebut memohon doa dan dukungan sehingga pada tahun 2023 apa yang diperjuangkan oleh FTI dapat terwujud.
Saat ini, FTI terus melakukan sosialisasi agar masyarakat Indonesia aware bahwa di mata dunia tempe telah diakui sebagai satu dari sembilan jenis superfood. “Kita harus bangga, tempe jadi wakil di dunia sebagai salah satu makanan yang diakui khasiatnya. Bahkan tempe sangat dikenal di 27 negara dan terus menjadi topik penelitian,” ia menegaskan.
Made Astawan juga mengungkapkan, tempe memiliki khasiat mengobati berbagai macam penyakit. Di dalam sebutir kedelai terdapat kandungan asam amino esensial dan vitamin B12 yang baik bagi tubuh. Kedelai sebagai bahan baku tempe memiliki kandungan isoflavon yang berfungsi sebagai antioksidan dapat melawan radikal bebas, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit degeneratif.
“Isoflavon membantu mengurangi risiko kanker payudara dan prostat serta mengurangi kadar kolesterol. Tidak hanya mengandung isoflavon sebagai kandungan gizi utama, tempe juga memiliki serat pangan yang sangat baik. Serat pangan ini mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga bermanfaat bagi kesehatan usus,” ujarnya.
Selain Made Astawan, hadir sebagai narasumber lain yaitu Dr Dady Maskar (Sekjen FTI), Ir Ibnu Eddy MM (Sekjen USSEC), serta Dr Tri Widiarto MPd. (Ketua Pusat Studi Bahasa Jawa, UKSW).
Dady Maskar melalui paparannya mengatakan tempe sudah dikenal sejak abad ke-18, yakni dengan ditemukannya kata “tempe” di dalam manuskrip Serat Centini Jilid III. Ia menjelaskan, sekarang ini, Indonesia tercatat sebagai negara produsen tempe terbesar di dunia, sekaligus menjadi pasar kedelai terbesar di Asia.
Karena potensinya tersebut, produk tempe pun dipandang harus dijaga dan lebih dipromosikan sebagai produk unggulan Indonesia. FTI sendiri berdiri dengan misi untuk menciptakan kesadaran nasional dalam mempromosikan tempe dan hasil olahannya sebagai produk unggulan Indonesia.
“Mimpi besar FTI berikutnya adalah menjadikan tempe sebagai World Intangible Heritage for Humanity, sebagaimana pengakuan dunia terhadap batik. FTI sendiri, sedang mempersiapkan berbagai dokumen untuk mewujudkan mimpi tersebut,” ia menegaskan.
Pelantikan FTI Jateng
Selain seminar, kegiatan itu dirangkai dengan pelantikan pengurus Forum Tempe Indonesia Jawa Tengah. Dr Dra Siti Harnina Bintari MS dari Fakultas Biologi UNNES didapuk sebagai Ketua FTI Jawa Tengah untuk masa bakti 2019-2023. Sementara itu Dra Lusiawati Dewi terpilih sebagai sekretaris. Juga dilantik beberapa koordinator bidang dalam kepengurusan FTI yang baru, yang menangani Pembinaan Perajin Tempe, Pembinaan Konsumen, Kemitraan, serta Bidang Pendidikan, Penelitian dan Budaya Tempe.
Seusai dilantik oleh pengurus FTI Pusat, Siti Harnina mengatakan masih cukup banyak permasalahan dalam pengembangan tempe di Jawa Tengah. Beberapa masalah yang ditemui yakni banyaknya peralatan yang belum food grade serta masalah terkait pengolahan limbah. Sebab itu, masih perlu tindak lanjut dan pendampingan oleh pengurus terpilih yang berasal dari kalangan akademisi.
Untuk memeriahkan acara, digelar pula lomba Membuat Makanan Berbasis Tempe. Sedikitnya tiga puluh makanan olahan berbahan baku tempe dipamerkan oleh sejumlah peserta dari SMA Widya Wacana Solo, SMA Tri Tunggal Semarang, mahasiswa FKIP dan FKIK UKSW serta masyarakat umum.
Beberapa olahan tempe yang dipamerkan antara lain brownies, cookies, sushi, schotel, muffin, sate, bakso, puding, burger, hingga gellato.
Salah seorang peserta lomba, Michelle dari SMA Tri Tunggal mengatakan dia dan tim mencoba berinovasi dengan tempe yang diolah menjadi gellato. Menurutnya, dibanding gellato yang banyak dijual di pasaran dengan bahan baku susu atau sari buah, gellato tempe ini tak kalah menyehatkan.
“Olahan gellato tempe cocok bagi kaum vegetarian, kami buat ini juga agar lebih banyak remaja yang mengkonsumsi tempe. Harganya pun relatif terjangkau,” katanya. (uksw.edu)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...