Umat Kristen Filipina Selatan Takut ke Gereja oleh Islam Radikal
MINDANAO, SATUHARAPAN.COM - Seorang misionaris Italia yang tinggal di Filipina selatan memperingatkan bahwa umat Kristen di wilayah itu kini takut menghadiri misa di gereja karena merasa terancam oleh kalangan Islam radikal.
"Sebelumnya, Filipina adalah tempat impian bagi dialog lintas agama antara Kristen dan Muslim ... tapi sekarang bahkan untuk mengikuti misa pun orang takut," kata Fr. Sebastiano D'Ambra, seorang misionaris Italia di Mindanao, menurut lembaga amal Katolik, Aid to the Church in Need (ACN).
D'Ambra telah tinggal di Filipina selama 40 tahun dan bekerja untuk dialog dan perdamaian antara Kristen dan Muslim. Dia adalah pendiri Silsilah Dialogue Movement di Kota Zamboanga, di Mindanao. Silsilah berasal dari bahasa Arab yang artinya seperti juga dalam Bahasa Indonesia, yakni silsilah atau garis keturunan.
Dia mengatakan beberapa tahun terakhir lanskap di Mindanao sudah berubah.
"Sebelumnya, Filipina adalah tempat impian bagi dialog antar-agama; dulu sangat harmonis. Tetapi sekarang situasinya berubah sama sekali," kata dia.
Dia menambahkan, ancaman dari radikalis Islam terus-menerus di selatan negara itu, dan yang terutama adalah di pulau Jolo. "Penculikan, kekerasan, penganiayaan ... baru-baru ini mereka membunuh seorang Kristen," kata dia, seperti dilaporkan oleh Christian Today.
Imam itu menjelaskan bahwa di balik situasi ini adalah "geopolitik dan kepentingan militer," yang menghasilkan "skenario yang sangat kompleks."
D'Ambra mengatakan selama beberapa dekade mereka telah tinggal dalam semangat persaudaraan sejati antara agama-agama. Tapi sekarang bentuk yang berbeda dari Islam telah muncul.
"Sebelumnya, kami berurusan dengan Islam tradisional, tapi sekarang semuanya telah berubah; kecenderungan kekerasan telah tumbuh, dan mereka semakin kuat," ungkapnya.
Dia meminta para pemimpin Islam di Filipina untuk tidak bertindak "seolah-olah tidak terjadi apa-apa " melainkan harus mengecam situasi berbahaya ini.
Namun, menurutnya, para pemimpin itu "tetap dengan tangan dilipat, mereka takut pembalasan dan memilih untuk tetap diam."
Dia mengatakan Islam telah berkembang di Filipina.
"Di Mindanao, pernah 80 persen dari populasi adalah Kristen. Hari ini bisa jadi hanya 60 persen Kristen, dan lainnya 40 persen adalah Muslim. Orang-orang Kristen tidak senang. Mereka hidup dalam ketakutan, ketakutan untuk berbicara atau pergi ke misa, meskipun tentara ada, "katanya.
Akibatnya, banyak orang Kristen telah meninggalkan Mindanao, katanya.
Editor : Eben E. Siadari
Risiko 4F dan Gejala Batu Kantung Empedu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arn...