Umat "Kristen Tersembunyi" Jepang Terancam Punah

PULAU IKITSUKI, NAGASAKI, SATUHARAPAN.COM – Seorang nelayan Jepang berpakaian kimono, Masaichi Kawasaki berlutut di depan sebuah altar yang dihiasi gambar Perawan Maria. Ia dengan lembut melantunkan nyanyian lagu gereja yang diwariskan selama berabad-abad.

Kawasaki (69), merupakan salah satu dari sejumlah kecil "Kakure Kirishitan" Jepang, atau "Kristen Tersembunyi", keturunan orang-orang yang memelihara iman mereka secara rahasia selama berabad-abad terjadinya penganiayaan.

Imannya yang unik memadukan praktik Buddha, Kristen, dan Shinto, dan nyanyian ritualnya menggabungkan bahasa Latin, Portugis, dan Jepang.

Orang-orang Kristen Tersembunyi telah mendapatkan perhatian baru menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Jepang pada 23-26 November.

Media lokal dan Prancis menuju ke Nagasaki untuk melaporkan mereka. Tahun lalu, 12 lokasi terkait Kristen yang tersembunyi ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.

Tetapi agama mereka mungkin berada di ambang kepunahan ketika kaum muda meninggalkan daerah-daerah pedesaan, di mana iman mereka telah bertahan selama ini.

"Saya khawatir apa yang leluhur saya telah bekerja keras untuk melestarikannya nanti akan menghilang, tetapi itu adalah tren zaman," kata Kawasaki, yang berdoa setiap malam di rumahnya di hadapan sebuah altar yang diapit oleh orang lain yang mengabdi kepada dewa-dewa Buddha dan Shinto.

"Saya memiliki seorang putra tetapi saya tidak mengharapkan dia untuk melanjutkan. Memikirkan ini akan hilang itu menyedihkan, tanpa keraguan," katanya seperti dilansir dari reuters.com, hari Jumat (15/11).

Sebuah salib berada di puncak monumen di mana Gaspar Nishi, seorang pejabat lokal dan Katolik Jepang, dieksekusi bersama istri dan putranya pada 1609.

Misionaris Jesuit membawa agama Kristen ke Jepang pada tahun 1549, tetapi dilarang pada tahun 1614. Para misionaris justru diusir dan umat beriman di sana dipaksa untuk memilih antara mati syahid atau menyembunyikan agama mereka.

Banyak yang bergabung dengan kuil-kuil Buddha atau kuil-kuil Shinto untuk menyamarkan kepercayaan mereka, dan beberapa ritual seperti pengakuan iman (syahadat) dan pembagian komuni suci yang membutuhkan pastor ditiadakan.

Ritual lain dicampur dengan praktik Buddhis seperti pemujaan leluhur atau upacara adat Shinto.

Lagu gereja "orasho" atau "oratio" dalam bahasa Latin – secara simbolis diturunkan secara lisan dan diam-diam dengan cara menggabungkan bahasa Latin dan Portugis dengan bahasa Jepang.

Ketika larangan Jepang terhadap agama Kristen dicabut pada tahun 1873, beberapa orang Kristen Tersembunyi bergabung dengan Gereja Katolik; yang lain memilih untuk mempertahankan apa yang mereka lihat sebagai iman sejati leluhur mereka.

Paus Fransiskus diperkirakan akan berbicara tentang orang-orang Kristen Tersembunyi ketika ia mengunjungi monumen para martir di Bukit Nishizaka di Nagasaki, Jepang barat daya, tempat 26 orang Kristen dieksekusi mati pada tahun 1597.

"Saya pikir ada kemungkinan besar dia (Paus) akan menyampaikan pesan tentang orang-orang Kristen Tersembunyi yang dia sebutkan di masa lalu,” kata Kagefumi Ueno, mantan utusan Jepang untuk Vatikan, mengatakan kepada wartawan.

"Paus mengatakan fakta bahwa di Jepang ada orang-orang Kristen yang mempertahankan kepercayaan mereka selama dua setengah abad di bawah penindasan besar dan menjadi pelajaran besar untuk saat ini," katanya.

Shigenori Murakami (69), kepala generasi ketujuh kelompok Kristen Tersembunyi di distrik Sotome, Kota Nagasaki, mengambil alih sebagai "chokata," atau pemimpin dari kelompok orang beriman setempat setelah ayahnya meninggal 14 tahun yang lalu.

Dia menghabiskan tiga tahun mempelajari orasho dari buku-buku yang didasarkan pada gulungan-gulungan abad ke-18 yang masih dia miliki.

"Mereka tidak ingin menghancurkan iman yang telah mereka pertahankan selama ini meski ditekan," kata Murakami di lokasi tempat pembuatan film Martin Scorcese 2016 "Silence" tentang orang Kristen yang dianiaya.

Murakami melantunkan orasho di depan altar yang dihiasi dengan patung Perawan Maria dan foto-foto almarhum kerabatnya.

Di Pulau Ikitsuki di barat daya Jepang, tempat tinggal Kawasaki, nyanyian secara tradisional diucapkan dan dinyanyikan. Tetapi di Sotome, orang-orang percaya berdoa dalam hati karena takut terungkap. Ayah Murakami mulai melantunkan suara keras sekitar 40 tahun yang lalu atas permintaan rekan-rekan Kristen Tersembunyi.

Umat ​​Katolik, Budha, dan Kristen Tersembunyi menawarkan doa selama kebaktian ekumenis di Kuil Karematsu yang dipersembahkan bagi seorang imam Portugis yang meninggal dunia pada abad ke-17.

Pada saat itu, kelompok ayahnya memiliki sekitar 100 orang. Sekarang hanya ada sekitar setengah dari jumlah itu, kata Murakami.

"Di zaman kakekku, ada beberapa ratus," kata Murakami. "Tapi orang muda tidak tertarik. Mereka umumnya berpaling dari agama."

Jumlah persis orang-orang Kristen Tersembunyi sulit didapat, tetapi tidak ada yang membantah peringkat mereka menyusut. Hanya sekitar 1 persen dari populasi Jepang adalah Kristen.

Shigeo Nakazono, kurator di sebuah museum di Pulau Ikitsuki, mengatakan mungkin ada sekitar 300 orang percaya dalam empat kelompok di sana, turun dari 2.000 dalam 20 kelompok tiga dekade lalu.

"Masa depan itu sulit," kata Nakazono, mencatat bahwa para pemuda meninggalkan pulau itu, tempat industri perikanan andalan sedang menurun.

Kurangnya kepemimpinan formal untuk membantu beradaptasi dengan masyarakat yang berubah adalah kendala lain untuk kelangsungan hidup orang-orang Kristen Tersembunyi, kata Nakazono.

"Cara lama dilestarikan dan tidak ada mekanisme untuk mengubahnya sejalan dengan perubahan sosial," katanya.

Murakami menunjukkan gulungan orasho abad ke-18 yang hancur.

Murakami mengatakan bagaimanapun tujuannya adalah untuk menjaga tradisi sebagaimana adanya.

“Aku tidak ingin berubah. Aku akan terus melakukan apa yang telah kulakukan, menghargai cara-cara yang diwariskan dari leluhurku,” katanya.

Namun, dia bertekad bahwa agamanya tidak akan mati.

"Saya belum memilih penggantinya, tetapi saya yakin saya bisa terus maju dan saya pasti akan meneruskan ini," katanya kepada Reuters setelah upacara ekumenis Kristen Tersembunyi, Budha dan Katolik di Kuil Karematsu kecil di Nagasaki, didedikasikan untuk seorang imam Portugis yang meninggal di sana pada abad ke-17.

"Saya tidak bisa membiarkan generasi saya menjadi orang yang menghancurkan apa yang dilindungi nenek moyang saya dengan kehidupan mereka," katanya.