Umbi Garut, Alternatif Sumber Karbohidrat
SATUHARAPAN.COM – Umbi Garut atau Marantha arundinacea L. ini termasuk anggota suku Marantacea, dan oleh masyarakat di Indonesia sering disebut garut, irut, harut atau patat sagu. Tanaman ini merupakan terna tegak dengan tinggi 60 - 80 cm. Batang sejatinya terdapat dalam tanah, berbentuk kumparan menebal ke arah puncak. Daunnya berbentuk bundar telur hingga lanset bundar telur, dan berwarna hijau dengan bercak putih. Umbinya berwarna putih ditutupi oleh kulit yang bersisik berwarna coklat muda, dan berbentuk silinder.
Tanaman ini sebenarnya berasal dari Amerika tropis. Dari sana kemudian menyebar ke berbagai negara tropis lainnya termasuk Indonesia, India, Sri Lanka, dan Filipina. Biasanya tumbuh di tanah pada ketinggian 0 - 900 meter dari permukaan laut (dpl), tetapi biasanya tumbuh dengan baik pada ketinggia 60 - 90 meter dpl. Tanaman ini sangat menyukai tanah yang lembab dan terlindung oleh tanaman lain.
Yang istimewa dari tanaman ini adalah umbinya mengandung banyak tepung yang sangat halus dan mudah dicerna. Karenanya tepung umbi garut ini di masyarakat di Jawa digunakan untuk makanan bayi dan untuk orang sakit. Bahkan sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tepung garut lebih baik daripada tepung terigu, termasuk sebagai bahan untuk membuat roti dan kue.
Selain itu, umbinya juga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, lem dan minuman beralkohol. Perasan umbi garut juga tercatat dimanfaatkan sebagai penawar racun yang dipakai pada mata anak panah, atau karena sengatan lebah. Di pabrik tablet, tepung garut digunakan untuk mempersiapkan makanan yang mengandung barium yang diperlukan untuk penghancuran cepat.
Umbi garut bisa dijadikan sumber karbohidrat. Umbi yang direbus atau dikukus biasanya dikonsumsi sebagai makanan sampingan. Kadang-kadang umbi garut rebus dipotong-potong tipis dijadikan keripik. Namun ada juga yang memanfaatkan tanaman ini sebagai tanaman hias, karena sosoknya yang indah, antara lain daunnya memiliki banyak bercak putih.
Cara mengembangbiakkan tanaman ini biasanya dilakukan dengan memotong sebagian kecil dari rimpang yang bertunas. Biasanya ditanam pada permulaan musim hujan sesudah tanah digemburkan lebih dulu. Selama pertumbuhannya, tanah sekali-kali perlu digemburkan. Dan umbi dapat dipanen pada umur 10 - 11 bulan, setelah daunnya mulai layu.
Jika dilihat dari segi bisnis di Indonesia penjualan tanaman ini masih dilakukan secara sambilan, dan cara penanamannya sangat sederhana. Belum ada catatan bahwa ada petani yang secara serius membudidayakannya, meskipun tanaman ini sebenarnya mempunyai nilai ekonomis yang baik. Upaya menaikkan produksi dan intensifikasi masih memberikan peluang untuk menjadikannya tanaman yang bernilai ekonomis. (Puslitbang Biologi-LIPI)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...