UN: Evaluasi Model Kuda Kayu
SATUHARAPAN.COM - Dalam sebuah organisasi, besar maupun kecil, evaluasi merupakan keniscayaan. Evaluasi dikembangkan sedemikian rupa untuk memberikan informasi tentang hasil, kemajuan, dan merekomendasikan pengembangan-pengembangan baru.
Bentuk, cara dan sistem untuk evaluasi pun berkembang mengikuti kebutuhan organisasi. Salah satu yang dikembangkan dalam menejemen organisasi adalah evaluasi yang bersifat reflektif. Dalam model ini, evaluasi bukan hanya mengukur hasil akhir, tetapi juga melihat proses; bukan hanya melihat apa yang berubah, tetapi juga harus mampu menjawab mengapa berubah dan bagaimana perubahan terjadi.
Evaluasi yang reflektif ini dimanfaatkan untuk menangkap point pembelajaran, ketimbang orang berpuas dengan hasil baik atau kecewa dengan hasil buruh. Evaluasi reflektif memanfaatkan kondisi yang disebut sebagai kegagalan maupun keberhasilan untuk pembelajaran, dan melihat upaya perbaikan ke depan.
Pembelajaran ini yang menjadi titik awal untuk pengembangan selanjutnya. Maka refleksi dan aksi merupakan langkah dari dua kaki yang terus bergantian dalam organisasi. Hal itu juga menjadi prasyarat penting bagi kemajuan. Namun evaluasi seperti ini juga mensyaratkan proses yang lebih fokus melihat perbaikan, masa depan; bukan penghakiman dan vonis yang fokus pada masa lalu.
Dalam dunia pendidikan, evaluasi merupakan bagian penting untuk mengetahui kemajuan proses pendidikan maupun hasil pendidikan. Informasi yang diperoleh dari evaluasi bukan hanya untuk peserta didik, tetapi juga untuk guru dan lembaga, bahkan untuk pengembangan proses. Dengan demikian, evaluasi yang reflektif dalam dunia pendidikan merupakan hal yang penting, sama pentingnya dengan proses pendidikan itu sendiri.
Belakangan ini, kita sibuk membahas tentang Ujian Nasional (UN), apalagi pelaksanaan tahun ini, khususnya untuk siswa Sekolah Lanjutan Atas gagal dilaksanakan secara serentak dan menimbulkan banyak masalah. Pelaksanaan yang kacau telah merugikan siswa.
Beberapa hal yang harus dievaluasi dari pelaksanaan evaluasi pendidikan kita adalah budaya evaluasi yang cenderung menghakimi; hasil evaluasi adalah vonis yang tak bisa diuji banding. Hal itu berlangsung bertahun-tahun di mana hasil ujian akhir yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai vonis bagi setiap siswa. Baru tahun ini nilai yang diperoleh siswa dari sekolah diperhitungkan untuk menentukan kelulusan.
Evaluasi seperti ini, tidak memberikan informasi yang memadai untuk pengembangan pendidikan. Sebab, hasil evaluasi seperti ini tidak memberikan informasi yang jelas tentang mengapa seorang siwa tidak lulus dan mengapa yang lain lulus. Proses belajar-mengajar mana yang dianggap tidak mendukung, faktor apa yang menjadi penyebab.
Evaluasi pendidikan yang bersifat penghakiman hanya akan selesai pada jawaban gagal dan berhasil. Hasil akhir seperti ini sangat rawan manipulasi. Hal ini juga menjadi tantangan semua organisasi, bukan hanya lembaga pendidikan. Evaluasi penghakiman seperti ini hanya akan menjadi momok. Hasilnya merupakan kepuasan yang bisa jadi semu bagi yang berhasil dan keterpurukan bagi yang gagal.
Evaluasi pendidikan semestinya dikembangkan sebagai evaluasi yang reflektif. Hasilnya haruslah membuat siswa mengerti mengapa dia berhasil dan apa yang harus dikembangkan. Bagi yang gagal dia mengerti mengapa gagal dan apa yang harus diperbaiki. Namun juga bagi guru untuk mengembangkan diri sebagai pendidik yang berkualitas. Bagi sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, hasil evaluasi haruslah menjadi titik tolah untuk perbaikan dan pengembangan yang akan dilakukan tahun ajaran berikutnya.
Sitem evaluasi (UN) seperti sekarang hanya menimbulkan kecemasan, dan berkutat di arena yang sama, sehingga pendidikan terlalu berat melangkah lebih maju. Evaluasi yang dikembangkan mirip kuda kayu (rocking horse), mainan anak-anak. Kita terguncang-guncang dan membayangkan berlari kencang, namun sebenarnya kita tidak ke mana-mana.
Oleh karena itu, dalam momentum Hari Pendidikan Nasional 2013 ini, dan dalam suasana keprihatinan atas menejemen penyelenggaraan UN yang memalukan ini, kita jadikan titik tolak untuk memperbaiki sistem evaluasi pendidikan kita, mengarah pada sebuah evaluasi yang reflektif.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...