UNESCO Ubah Status Situs Yahudi Jadi Islam, Kelompok Kristen Protes
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM – Pekan lalu, badan organisasi milik PBB UNESCO menyetujui perubahan status terhadap Makam Rachel yang terletak tepat di sebelah selatan Yerusalem dan Makam Para Leluhur di Hebron yang semula adalah situs Yahudi menjadi situs Islam.
Perubahan itu rupanya menimbulkan banyak protes dari banyak orang Israel dan seluruh dunia, termasuk orang-orang Kristen. Ketua organisasi Kristen Laurie Cardoza-Moore melancarkan aksi protesnya seperti yang dilaporkan oleh Tazpit Press Service dalam “Suarakan Keadilan untuk Bangsa-bangsa”
“Perubahan ini adalah bagian dari masalah yang terus berkembang,” kata dia. “Semasa hidup kami, kami melihat perubahan sejarah ini seperti sedang ditulis.”
Cardoza-Moore yang merupakan Utusan Khusus PBB untuk Dewan Gereja Kristen Independen Dunia berpendapat bahwa ada gerakan untuk menulis ulang sejarah Yahudi dengan menyesuaikannya terhadap ajaran Islam. “Kelompok Islam melalui organisasi seperti UNESCO dan pemerintah berusaha untuk menuliskan kembali sejarah arkeologi yang telah diketahui oleh beberapa generasi selama ribuan tahun lamanya.”
“Mereka tidak ada bedanya dengan ISIS yang masuk dan menghancurkan bukti sejarah,” kata Cordoza-Moore. “Kami terus mengawasi UNESCO melalui apa yang kami sebut dengan ‘salah informasi’ dengan menghancurkan akses orang Yahudi dan Israel untuk terkoneksi ke situs-situs suci tersebut.”
Cardoza-Moore juga percaya bahwa keputusan UNESCO akan berdampak langsung juga terhadap warisan Kristen. “Kristen juga terganggu karena bisa saja tidak lama lagi mereka juga akan menulis ulang cerita Yesus,” kata dia.
Cordoza-Moore juga menyebut beberapa kelompok yang memproklamirkan diri mereka sebagai orang Kristen yang menerima narasi lain tentang Yesus. “Ada kelompok-kelompok lain yang diduga membeli narasi sejenis itu,” kata dia.
“Mereka mengatakan bahwa Yesus lebih memiliki banyak kesamaan dengan Palestina dan bahkan beberapa mengatakan Yesus adalah orang Palestina dan bukan orang Yahudi,” kata dia. “Ini benar-benar tidak masuk akal karena Yesus adalah seorang Yahudi ortodoks yang mengikuti Taurat dan mematuhi perintah-perintah Tuhan.”
Dalam kesempatan itu, Cordoza-Moore juga menanggapi kecaman UNESCO terhadap “agresif” dan “tindakan ilegal” yang diambil oleh Israel terhadap resolusi Temple Mount yang merujuk pada perbatasan orang Yahudi dan Kristen di Temple Mount.
“Yang keterlaluan adalah bahwa dunia hanya duduk diam dan mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Kristen bisa mengunjungi Temple Mount hanya pada waktu-waktu tertentu. Mereka juga tidak bisa berdoa dan mengenakan pakaian atau atribut khusus yang memiliki arti religius tersendiri bagi mereka,” kata dia.
“Apartheid sedang dilakukan, tapi bukan oleh pihak Israel,” kata Cordoza-Moore kepada TPS . “Ini (apartheid) sedang dilakukan oleh Otoritas Palestina dan UNESCO.”
Cordoza-Moore berharap dapat mengubah keputusan UNESCO atas Makam Rachel dan Makam Para Leluhur sebagai situs Islam. “Kami sedang mempersiapkan surat untuk dikirim ke Kepala UNESCO yang isinya mengecam tindakan tersebut secara pribadi dan negara bahwa tindakan tersebut keterlaluan karena sejarah ini sedang ditulis ulang,” kata dia. “Kami akan bertindak secara bertahap untuk melihat respon apa saja yang akan didapat dari UNESCO.”
Misi “Suarakan Keadilan bagi Bangsa-bangsa” adalah untuk mendidik orang-orang Kristen mendukung Israel, terutama pada situasi seperti ini. “Sebagai orang Kristen, kita akan bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan dan tidak lakukan dalam hidup kita terkait dengan saudara-saudara kita orang Yahudi dan bangsa Israel,” kata dia.
UNESCO didirikan pada tahun 1945 untuk memperkuat perdamaian dunia dengan menciptakan lingkungan untuk pemahaman antar budaya dan kerja sama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Pada tahun 2011, UNESCO mengajak Otoritas Palestina untuk bergabung sebagai anggota. Hal ini diprotes oleh AS dan Israel dengan berhenti membayar iuran keanggotaan. Akibatnya, dua negara tersebut kehilangan hak suaranya di UNESCO.
Namun, baru-baru ini AS akan kembali membayar iuran agar mereka memperoleh kembali hak suaranya di UNESCO dan berharap untuk mendapatkan kesempatan ‘berlaga’ di dewan eksekutif UNESCO, seperti yang dilaporkan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Paris pekan lalu. (jspacenews.com)
Editor : Eben E. Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...