Uni Eropa Denda TikTok Rp 5,6 Triliun, Karena Pelanggaran Data Anak-anak
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Regulator Uni Eropa menjatuhkan denda sebesar 345 juta euro kepada platform media sosial milik China, TikTok, atas pelanggaran data anak-anak pada hari Jumat (15/9), sebagai tindakan terbaru blok tersebut terhadap praktik bisnis raksasa teknologi.
Denda tersebut, setara dengan Rp 5,6 triliun, merupakan puncak dari penyelidikan dua tahun yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Data (DPC) Irlandia.
Badan pengawas Irlandia, yang memainkan peran penting dalam mengawasi Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa yang ketat, memberi waktu tiga bulan kepada TikTok “untuk menjadikan pemrosesannya mematuhi” aturannya.
DPC pada bulan September 2021 mulai memeriksa kepatuhan TikTok terhadap GDPR (General Data Protection Regulation) terkait dengan pengaturan platform dan pemrosesan data pribadi untuk pengguna berusia di bawah 18 tahun.
Mereka juga memeriksa langkah-langkah verifikasi usia TikTok untuk orang-orang di bawah 13 tahun dan tidak menemukan pelanggaran, namun menemukan bahwa platform tersebut tidak menilai dengan tepat risiko bagi generasi muda yang mendaftar pada layanan tersebut.
Regulator menyoroti dalam keputusannya pada hari Jumat bahwa anak-anak yang mendaftar membuat akun TikTok disetel ke publik secara default, yang berarti siapa pun dapat melihat atau mengomentari konten mereka.
Mereka juga mengkritik mode “family pairing” TikTok, yang dirancang untuk menghubungkan akun orang tua dengan akun anak remaja mereka, namun DPC menemukan bahwa perusahaan tersebut tidak memverifikasi status orang tua atau wali.
Irlandia adalah pusat rezim GDPR karena Dublin menjadi tuan rumah kantor pusat TikTok di Eropa dan perusahaan-perusahaan seperti Google, Meta, dan X, yang sebelumnya bernama Twitter.
Pada bulan Mei, DPC mendenda Meta sebesar 1,2 miliar euro karena mentransfer data pengguna UE ke Amerika Serikat yang melanggar keputusan pengadilan sebelumnya.
TikTok, sebuah divisi dari raksasa teknologi China ByteDance, sangat populer di kalangan anak muda dengan 150 juta pengguna di Amerika Serikat dan 134 juta di UE.
Menanggapi denda tersebut, TikTok mengatakan pihaknya “dengan hormat tidak setuju” dengan putusan tersebut dan sedang “mengevaluasi” bagaimana tindakan selanjutnya.
“Kritik DPC terfokus pada fitur dan pengaturan yang diterapkan tiga tahun lalu, dan kami melakukan perubahan jauh sebelum penyelidikan dimulai, seperti mengatur semua akun di bawah 16 tahun menjadi pribadi secara default,” kata juru bicara TikTok kepada AFP.
Platform tersebut bersikeras bahwa mereka memantau dengan cermat usia penggunanya dan mengambil tindakan bila diperlukan.
TikTok mengatakan pihaknya menghapus hampir 17 juta akun di seluruh dunia dalam tiga bulan pertama tahun ini karena kecurigaan bahwa akun tersebut milik orang-orang di bawah 13 tahun.
Awal bulan ini, raksasa media sosial ini membuka pusat data yang telah lama dijanjikan di Irlandia, sebagai upaya untuk menenangkan ketakutan di Eropa mengenai privasi data.
GDPR mulai berlaku pada tahun 2018 dan merupakan undang-undang teknologi yang paling ketat dan paling terkenal di UE, yang memastikan warga negara memberikan persetujuan terhadap cara penggunaan data mereka.
Denda pada hari Jumat ini muncul setelah Uni Eropa pekan lalu mengumumkan daftar raksasa digital, termasuk Apple, pemilik Facebook Meta, dan ByteDance, yang akan menghadapi pembatasan baru yang ketat dalam cara mereka melakukan bisnis. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...