Uni Eropa Jatuhkan Sanksi pada 11 Pimpinan Junta Militer Myanmar
Salah satunya adalah panglima tertinggi militer, Min Aung Hlaing.
BRUSSEL, SATUHARAPAN.COM-Uni Eropa menjatuhkan snksikepada kepala junta Myanmar, Min Aung Hlaing, dengan pembekuan aset dan daftar hitam larangan visa atas kudeta dan tindakan keras terhadap para demonstran, kata jurnal resmi blok itu.
"Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing telah secara langsung terlibat dan bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan mengenai fungsi negara, dan karena itu bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar," kata pernyataan itu dikutip AFP, hari Senin (22/3).
Sementara itu, para pengunjuk rasa membunyikan klakson mobil di Myanmar pada hari Senin dan memasang poster di lapangan kosong untuk menghindari penangkapan, cedera, atau kematian, ketika Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada 11 orang yang terkait dengan kudeta bulan lalu dan tindakan keras selanjutnya.
Setidaknya 250 orang telah terbunuh sejauh ini dalam protes anti junta yang coba dibubarkan oleh pasukan keamanan, menurut angka dari kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik.
"Jumlah pembunuhan telah mencapai tingkat yang tak tertahankan, itulah sebabnya kami tidak akan dapat menghindari pemberian sanksi," kata Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas mengatakan kepada wartawan saat ia tiba di Brussel untuk pertemuan dengan rekan-rekan Uni Eropa-nya.
Nama 11 orang yang terlibat dalam kudeta dan penindasan demonstran akan diumumkan setelah pertemuan tersebut, kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, namun sudar beredar informasi salah astunya adalah panglima militer, Min Aung Hlaing.
Target Pendukung Keuangan
Sejauh ini, sanksi UE merupakan tanggapan paling signifikan dari blok tersebut terhadap kudeta. Menurut para diplomat dan dua dokumen internal yang dilihat oleh Reuters pekan lalu, Uni Eropa juga berencana untuk menargetkan perusahaan yang "menghasilkan pendapatan untuk, atau memberikan dukungan keuangan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar".
“Kami tidak bermaksud untuk menghukum rakyat Myanmar tetapi mereka yang secara terang-terangan melanggar hak asasi manusia,” kata Maas.
Seorang juru bicara junta tidak menanggapi panggilan untuk meminta komentar. Dia sebelumnya mengatakan pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan.
Negara Asia Tenggara itu telah terjebak dalam krisis sejak pemerintah terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, digulingkan oleh militer pada 1 Februari. Kekerasan telah memaksa banyak warga untuk memikirkan cara-cara baru untuk mengekspresikan penolakan mereka kembali ke pemerintahan militer.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...