UNICEF: Hentikan Sunat Perempuan dan Pernikahan Anak-anak
SATUHARAPAN.COM - Data baru yang dirilis oleh Dana PBB Anak (UNICEF) menunjukkan perlunya tindakan mendesak untuk mengakhiri mutilasi (sunat) genital perempuan dan pernikahan dini (anak-anak); dua praktik yang dinilai mempengaruhi jutaan gadis di seluruh dunia.
Menurut data yang didirilis pada Selasa (22/7) menyebutkan, lebih dari 130 juta anak perempuan dan perempuan telah mengalami beberapa bentuk mutilasi kelamin perempuan, juga dikenal sebagai FGM. Hal itu terutama terjadi di 29 negara di Afrika dan Timur Tengah di mana praktik yang dinilai berbahaya itu paling umum terjadi.
Selain itu, pernikahan pada anak-anak tersebar luas, dan badan itu menunjukkan lebih dari 700 juta perempuan menikah ketika masih anak-anak. Sepertiga lebih atau sekitar 250 juta di antara mereka menikah sebelum usia 15 tahun.
"Angka-angka ini mengatakan bahwa kita harus mempercepat upaya pencegahan. Dan jangan lupa bahwa angka-angka ini mewakili kehidupan nyata. Hal ini adalah masalah skala global, namun perlu solusi lokal yang didorong oleh masyarakat, keluarga dan anak-anak perempuan untuk mengubah pola pikir dan mematahkan siklus yang mengabadikan FGM / C dan pernikahan anak-anak," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake.
"Kita tidak bisa membiarkan angka yang mengejutkan ini mematikan kepekaan kita, mereka mengharuskan kita untuk bertindak," kata dia.
Data itu dirilis bersamaan dengan Girls Summit yang baru pertama kali diselenggarakan di London oleh UNICEF dan Pemerintah Inggris. Tujuannya untuk menggalang dukungan bagi kemajuan lebih cepat untuk mengakhiri pernikahan anak dan FGM.
Tidak Ada Manfaat Kesehatan
Praktik mutilasi genital perempuan atau sunat perempuan mengacu pada sejumlah praktik yang melibatkan memotong sebagian atau seluruh alat kelamin eksternal seorang gadis. Praktik ini, menurut PBB, tidak memiliki manfaat kesehatan, menyebabkan sakit parah dan memiliki beberapa konsekuensi kesehatan jangka menengah dan panjang, termasuk perdarahan terus-menerus, infeksi, infertilitas dan kematian.
Sementara itu, pernikahan anak dapat menyebabkan kerugian pada yang bersangkutan seumur hidup. Menurut UNICEF, aAnak perempuan yang menikah sebelum mereka berusia 18 cenderung berhenti bersekolah dan lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Remaja perempuan lebih mungkin meninggal akibat komplikasi dalam kehamilan dan persalinan daripada wanita berusia 20-an, serta bayi mereka lebih cenderung lahir mati atau meninggal dalam bulan pertama kehidupan.
"FGM dan pernikahan anak adalah bahaya yang mendalam dan permanen pada anak-anak. Hal itu perlu ditolak, dan memberi mereka kesempatan untuk membuat keputusan sendiri dalam mencapai potensi penuh mereka. Kerusakan yang diakibatkan akan diderita para perempuan muda sendiri, keluarga mereka, dan masyarakat mereka," kata Lake.
"Perempuan muda itu bukan properti; mereka memiliki hak untuk menentukan nasib mereka. Ketika mereka melakukannya, setiap orang akan diuntungkan,” kata Lake menegaskan. (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...