UNICEF: Minuman Soda Tidak Perlancar Siklus Menstruasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Koordinator OKY UNICEF, Melania Niken Larasati meluruskan berbagai mitos terkait menstruasi yang banyak beredar di tengah masyarakat, salah satunya yaitu minum minuman bersoda ternyata tidak dapat memperlancar siklus menstruasi.
"Cukup banyak didengar bahwa minum minuman soda itu bisa memperlancar siklus menstruasi. Kebanyakan dari remaja kita dengarnya. Ternyata, faktanya tidak benar," katanya dalam diskusi "Peran Manajemen Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi (MKM) dalam Pelaksanaan Sekolah Sehat" yang digelar secara daring yang diikuti di Jakarta, Kamis (17/11).
Ia menjelaskan banyak aspek yang menjadi penyebab menstruasi tidak lancar, mulai dari tidak seimbangnya hormon yang bertugas mengatur siklus menstruasi, perubahan berat badan, asupan gizi yang dikonsumsi, dan stres.
Untuk itu, kata dia, cara yang tepat agar menstruasi lancar adalah bukan minum minuman bersoda, melainkan dengan berolahraga, mengonsumsi makanan sehat, memperbanyak minum air putih, dan mengelola stres.
"Ini sangat penting untuk diluruskan, karena kalau terlalu banyak mengonsumsi minuman soda akan mengakibatkan masalah-masalah kesehatan lainnya, dari mulai banyaknya kadar gula," ujar Niken.
Minum minuman bersoda untuk memperlancar siklus menstruasi ternyata bukan satu-satunya mitos mengenai menstruasi yang beredar di tengah masyarakat. Mitos lainnya adalah berolahraga, terutama berenang, kadang dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari.
Namun, kata Niken, faktanya, berkegiatan ringan dan berolahraga termasuk berenang adalah kegiatan yang disarankan.
Sebab, menurutnya, saat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, tubuh akan menghasilkan hormon endorfin yang dapat mengurangi rasa nyeri atau kram saat sedang menstruasi.
"Alasan lainnya, kita juga ingin remaja perempuan ini walaupun sedang menstruasi jangan sampai jadi merasa tidak bisa produktif. Sebisa mungkin kita ingin merasa nyaman, produktif, dan aktif walaupun sedang menstruasi," katanya.
Mitos lain yang perlu diluruskan, ujar Niken, adalah perempuan yang tinggal berdekatan memiliki siklus menstruasi yang bersamaan.
Ia mengatakan hal tersebut belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Beberapa studi yang pernah dilakukan justru cenderung mematahkan kepercayaan tersebut, dan lebih dianggap sebagai kebetulan karena ada 300 juta wanita menstruasi bersamaan setiap harinya.
"Jadi, sebetulnya lebih ke arah probabilitas. Dengan satu kelas ada 40 siswa dimana 20-nya adalah perempuan, probabilitas bahwa di dalam satu minggu ada yang menstruasi bersamaan tentunya lebih tinggi," ujar Niken.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...