UNICEF: Mutilasi Kelamin Perempuan Meluas, Termasuk di Indonesia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Jutaan lagi anak-anak perempuan dan wanita di seluruh dunia menjadi korban mutilasi alat kelamin perempuan atau FGM (Female Genital Cutting), lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya, kata badan anak PBB, UNICEF.
Sebuah laporan yang dikeluarkan Kamis (4/2) mengatakan, sedikitnya 200 juta anak perempuan dan wanita yang hidup saat ini telah mengalami pemotongan ritual, setengah dari mereka tinggal di tiga negara: Mesir, Ethiopia dan Indonesia.
Menurut voaindonesia.com, angka-angka terbaru termasuk hampir 70 juta perempuan di Indonesia, lebih dari yang diperkirakan pada tahun 2014, karena data kasar baru dikumpulkan, di mana praktik tersebut telah dilarang sejak 2006.
“Kita tahu bahwa praktik FGM itu ada tetapi kita tidak memiliki seberapa luas," kata Claudia Cappa, seorang spesialis Statistik UNICEF, sebagaimana dikutip oleh New York Times. Menurut dia, fenomena FGM di Indonesia menunjukkan bahwa persoalan semacam ini bukan hanya persoalan Afrika.
Somalia memiliki kasus terbanyak, 98 persen dari populasi wanita antara usia 15 dan 49. Guinea. Djibouti dan Sierra Leone juga memiliki angka yang sangat tinggi.
Penelitian UNICEF menemukan, sebagian dari 44 juta korban FGM di seluruh dunia, berusia 14 atau lebih muda, dan kebanyakan dari anak perempuan telah dimutilasi sebelum mereka berusia lima tahun." Di Yaman, 85 persen anak perempuan dimutilasi dalam usia seminggu atau ketika masih bayi,” kata laporan itu.
UNICEF mengatakan, jumlah yang pasti sulit didapat, karena hanya sedikit dari 30 negara di mana FGM dipraktekkan menyimpan data yang dapat diandalkan tentang prosedur itu, dan sangat bergantung pada angka-angka survei rumah tangga.
Praktek ini juga ada di negara-negara yang tidak dalam studi, seperti India , Malaysia, Oman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, serta di Australia, Amerika Utara dan Eropa, di mana imigran dari negara-negara itu melakukan penyunatan terhadap perempuan.
Sementara itu, New York Times dalam laporannya, menyoroti fenomena FGM di Indonesia. Praktik FGM di Indonesia di kalangan wanita justru mendapat persepsi beragam. Rena Herdiyani, wakil ketua Kalyanamitra, menganggap ada kesalahan persepsi soal FGM di Indonesia. Menurut dia, masyarakat menganggap praktik FGM adalah pernitah budaya dan diwajibkan agama. Namun, ketika diminta ayat Alquran yang menyebutkan hal itu, kata dia, masyarakat sering kali tidak bisa menyebutkannya.
Sementara itu, warga awam seperti Lia Sarifah, 47 tahun, justru mendukung praktik tersebut. Ia mengenang bagaiamana ia menjalaninya. Dan menurutnya, itu merupakan pengalaman yang membanggakan. "Bahkan sekarng juga, keadaan memungkinkan dan mendukung praktik itu," kata dia. "Jika kita tidak melakukannya, kita tidak menjadi perempuan sepenuhnya dan tidak bisa menikah," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...