UNRWA Akui Komandan Tinggi Hamas Yang Tewas di Lebanon Adalah Karyawannya
UNRWA mengatakan dia diberi cuti administratif dan diskors pada bulan Maret karena hubungannya dengan Hamas.
JENEVA, SATUHARAPAN.COM-Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan seorang komandan tinggi Hamas yang tewas di Lebanon pada hari Senin (30/9) adalah salah satu karyawannya, tetapi telah diskors sejak tuduhan hubungannya dengan kelompok militan itu muncul pada bulan Maret.
Keterkaitan komandan Hamas itu, Fatah Sharif, dengan Hamas tampaknya akan meningkatkan tekanan pada UNRWA, yang sudah menghadapi kekurangan dana sebesar US$80 juta tahun ini. Para kritikus telah berulang kali mengecam badan tersebut, dengan mengatakan bahwa badan tersebut tidak melakukan cukup banyak hal untuk membasmi militan Hamas dari jajarannya.
Pengawas internal PBB telah menyelidiki UNRWA sejak Israel pada bulan Januari menuduh 12 stafnya terlibat dalam serangan 7 Oktober di Israel, di mana militan bersenjata menewaskan 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya.
Tuduhan tersebut menyebabkan lebih dari selusin negara donor menghentikan pendanaan mereka, yang menyebabkan krisis uang tunai awal sekitar US$450 juta dolar. Sejak saat itu, semua negara donor kecuali Amerika Serikat telah memutuskan untuk melanjutkan pendanaan badan tersebut.
Hamas mengatakan, Sharif tewas bersama istri, putra, dan putrinya dalam serangan udara di kamp pengungsi Al-Buss, salah satu dari 12 kamp yang didedikasikan untuk pengungsi Palestina di negara itu, di kota pelabuhan selatan Tyre. Militer Israel mengonfirmasi bahwa mereka telah menargetkannya.
Sharif tidak terbuka tentang afiliasinya dengan kelompok tersebut dan sayap bersenjatanya.
Israel sebelumnya menuduh UNRWA telah disusupi oleh kelompok militan Palestina.
Misi diplomatik Israel di Jenewa mengunggah di X yang mengatakan bahwa Hamas mengumumkan kematian Sharif, "Dan coba tebak apa pekerjaan kedua Tn. Sharif? Dia adalah kepala sekolah, ketua asosiasi guru @UNRWA di Lebanon."
Misi tersebut menambahkan: "Kasus ini membuktikan bahwa ada masalah besar di @UNRWA, cara mereka melakukan uji tuntas tentang siapa yang mereka rekrut."
Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa dia mengetahui pada bulan Maret tentang tuduhan bahwa Sharif telah menjadi "anggota partai politik Hamas" dan memutuskan untuk menskorsnya dan meluncurkan penyelidikan "sejak hari pertama."
Lazzarini mengatakan dia belum mendengar Sharif mungkin menjadi "komandan" Hamas sampai hari Senin.
"Jadi dia diskors, tidak memiliki fungsi, tidak dibayar dan sedang diselidiki," kata Lazzarini kepada wartawan di Jenewa. "Kami masih merupakan badan dengan proses hukum yang wajar — maksud saya, menghormati proses hukum dan prinsip supremasi hukum. Jadi penyelidikan masih berlangsung."
Lazzarini mengatakan bahwa ia telah menerima sepucuk surat dari otoritas Israel yang mencantumkan nama sekitar 100 orang yang diduga terkait dengan Hamas, dan ia menanggapinya "dengan sangat serius."
Namun, ia mengatakan bahwa otoritas Israel tidak pernah menanggapi permintaan UNRWA untuk informasi lebih lanjut sehingga lembaga itu dapat memulai penyelidikan atas kasus-kasus tersebut. "Daftar bukanlah bukti apa pun," katanya.
Sebuah pernyataan Hamas memuji Sharif atas "karya pendidikan dan jihadnya" dan menyebutnya sebagai "seorang guru yang sukses dan kepala sekolah yang luar biasa" bagi para pengungsi Palestina dari berbagai generasi.
Serikat guru UNRWA dan kelompok Palestina lainnya telah secara berkala menggelar protes di depan kantor badan PBB di Beirut sejak Sharif diskors, menuduhnya sebagai sasaran karena sikap politiknya.
Awal bulan ini, serikat tersebut menggelar aksi duduk selama kunjungan Lazzarini ke Lebanon, dengan mengatakan bahwa mereka menunggu "hasil yang positif dan adil" dalam kasus skorsingnya.
Israel telah sangat kritis terhadap UNRWA dan kepemimpinan Lazzarini di dalamnya.
Pada bulan Juli, David Mencer, juru bicara pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyebut diplomat Swiss yang sudah lama menjabat itu sebagai "salah satu orang jahat, simpatisan teroris, pendukung pembunuhan Yahudi, pembohong."
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menanggapi dengan mengatakan bahwa komentar itu "tercela" dan mengancam. UNRWA memiliki 32.000 staf di Lebanon, Suriah, Yordania, dan wilayah Palestina, termasuk 13.000 di Gaza yang menyediakan pendidikan, perawatan kesehatan, makanan, dan layanan lainnya bagi beberapa juta warga Palestina dan keluarga mereka. Fasilitasnya di Gaza, tempat ribuan warga Palestina mencari perlindungan, telah berulang kali diserang.
Lazzarini mengatakan 223 staf UNRWA telah tewas di Gaza selama perang, jumlah korban yang menurut PBB adalah yang tertinggi dalam satu konflik bagi karyawan badan dunia itu. Serangan Israel di Gaza telah menewaskan 41.615 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...