USAID: Kemampuan Membaca Anak Indonesia Relatif Tinggi
MAKASSAR, SATUHARAPAN.COM - Lembaga donor dari Amerika, USAID, menyatakan anak-anak Indonesia yang masih duduk di bangku kelas 1 dan 2 sekolah dasar, mempunyai kemampuan membaca relatif tinggi.
"Berdasarkan hasil survei yang kami lakukan, anak-anak Indonesia yang masih kelas 1 dan 2, punya kemampuan membaca cukup tinggi, dan itu ditunjang dari beberapa aspek yang mempengaruhi anak didik tersebut," ujar Project Management Specialist USAID-Indonesia, Ester Manurung di Makassar, Senin (23/6).
USAID bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kemenag, dan Myriad Research, melakukan survei nasional mengenai penilaian kemampuan membaca siswa kelas awal atau (EGRA) serta potret keefektifan pengelolaan sekolah (SSME).
Dia mengatakan, survei nasional yang dilakukannya itu bertujuan untuk menginformasikan kepada pemerintah, mengenai daya tangkap anak didik sekolah dasar di Indonesia.
Ester yang didampingi Education Officer USAID Indonesia, Lawrence W Dolan, menambahkan survei itu melibatkan 4.800 siswa kelas 2 di 400 sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), dengan membaginya ke dalam empat wilayah di Indonesia.
Pembagian wilayah dilakukan dengan merata terhadap siswa dan siswinya. Keempat wilayah itu, wilayah I meliputi Sumatera, wilayah II Jawa-Bali, wilayah III Kalimantan-Sulawesi, dan wilayah IV meliputi Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua (MNP).
Hasil survei secara keseluruhan menunjukkan siswa-siswi di Indonesia mempunyai kemampuan membaca relatif tinggi, karena hampir setengah siswa atau 48 persen merupakan siswa yang fasih dan memahami apa yang dibacanya.
Sementara itu, 5,9 persen responden dari seluruh siswa kelas 2 di Indonesia itu masuk dalam kategori terendah, atau belum dapat membaca, meskipun telah duduk dibangku sekolah dasar.
"Survei kami itu hanya fokus pada kemampuan membaca anak kelas 1 dan 2. Dari hasil survei cukup bagus karena 48 persen itu bisa membaca secara fasih, dan yang tidak dapat membaca itu hanya sekitar 5,9 persen," katanya.
Dia menyebutkan, untuk wilayah II yang meliputi Kalimantan dan Sulawesi, sepertiga siswa atau sekitar 33 persen siswa SD itu telah lancar membaca dan memahami apa yang dibacanya, dan 28 persen lainnya membaca dengan lambat.
Dari jumlah itu, satu dari 10 siswa, yang jika dipersentasekan sekitar 12 persen, masih belum bisa membaca, meskipun sudah bersekolah dan duduk dibangku kelas 2 SD.
"Dengan adanya temuan survei ini, tenaga pendidik perlu memiliki strategi untuk mengenali dan menyediakan dukungan remedi kepada siswa yang belum bisa membaca," ucapnya.
Dari hasil survei di wilayah Kalimantan dan Sulawesi itu, ia menambahkan, siswa putri lebih baik kemampuan membaca dan memahami bacaan dibandingkan dengan siswa putra.
Siswa yang tidak masuk taman kanak-kanak (TK) atau pendidikan anak usia dini (PAUD), lebih lambat kemampuan membacanya dibandingkan dengan anak-anak yang menempuh pendidikan non formal seperti PAUD.
Survei serupa diakui telah dilakukan di 60 negara lain di dunia. Jika melihat hasil rata-rata survei global, siswa SD/MI di Indonesia sudah memiliki kemampuan cukup baik dalam hal keterampilan membaca.
Menurut Ester, survei kemampuan membaca siswa SD ini sangat penting mengingat survei tidak hanya melihat kemampuan membaca siswa tetapi sekaligus untuk menilai apa yang perlu dilakukan ke depan.
"Jadi selain memperoleh gambaran secara nasional, hasil survei bisa menjadi bahan kajian terkait dengan kinerja guru, manajemen sekolah, dan kepemimpinan sekolah, serta dukungan masyarakat dalam hal ini orang tua," ucap Ester. (Ant)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...