Usia 19-59 Rentan Terpapar COVID-19
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-COVID-19 adalah penyakit dengan tingkat penularan yang sangat tinggi. Menurut Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), Msi, kelompok yang rentan adalah pada usia 19-59 tahun, di mana sekitar 60 persen yang meninggal akibat penyakit itu berada pada rentang usia tersebut.
Penderita yang memiliki kondisi dengan penyakit penyerta (komorbid) bisa mengalami akibat fatal. Itulah alasan kenapa dokter dan para ahli menganjurkan untuk mencegah penyakit ini dengan disiplin menjalankan protokol 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak), meski vaksin COVID-19 nantinya akan ditemukan.
dr. Erika, Sp,JP. FIHA, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, sebagai tenaga kesehatan yang terlibat langsung dalam penanganan pasien COVID-19 mengatakan, “Jujur, rasa takut terpapar COVID-19 masih ada sampai sekarang, namun pengalaman merawat pasien sampai melihat mereka sembuh mengalahkan rasa takut saya.” Dia mengatakan pada acara Dialog Produktif bertema Indonesia Siapkan Vaksin yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), hari Rabu (02/12).
Erika menemukan cukup banyak pasien COVID-19 dengan komorbid jantung yang dirawat dan kondisi kesehatannya rentan sekali memburuk. “Pasien COVID-19 dengan komorbid jantung dan hipertensi cukup tinggi. secara otomatis menciptakan problem tersistematis (systemic problem) yang perawatannya jauh lebih sulit daripada yang tanpa komorbid,” katanya.
Usi Produktif Rentan
Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), Msi, Anggota Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menjelaskan bahwa penyakit ini tidak memandang bulu. “Yang meninggal 60,4% di rentang usia 19-59 tahun. Ini umur yang rentan, karena mereka aktif di luar rumah dengan berjualan, bermain, dan segala aktivitas lainnya,” katanya.
Hingga November ini, sekitar 160 dokter meninggal dan sekitar 130 perawat atau paramedis juga meninggal. Mereka berjuang untuk mengobati yang terlanjur sakit. “Ayo kita cegah COVID-19 dengan 3M dan 3T, tapi harus ditambah dengan vaksinasi yang memiliki cakupan 70%, maka diharapkan penularan akan terhambat, pandemi melambat, dan ekonomi akan meningkat,” katanya mengajak.
“Sejak Mei China sudah mulai menyiapkan vaksin, WHO juga memulai langkah sama di bulan Juni, sementara Amerika dan Eropa memulai persiapan kandidat vaksin di bulan Juni-Juli,” kata Soedjatmiko.
64% bersedian Divaksinasi
Vaksinasi merupakan langkah yang aman dan umum dilakukan di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia telah melakukan vaksinasi kepada jutaan jiwa sejak 1974 dan terbukti aman. Percepatan penemuan vaksin dengan tetap memperhatikan asas keamanan dan efektivitas sangat diperlukan saat ini. “Tujuannya adalah untuk menurunkan kematian dan kesakitan masyarakat. Tetapi harus diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” katanya.
Perkara vaksin mana yang dipakai, itu nanti biar pemerintah yang menentukan, tapi salah satu vaksin yang mungkin akan dipakai di Indonesia adalah vaksin Sinovac yang sudah diuji klinik fase III di Bandung, kata Soedjatmiko.
Dia mengatakan, survei ITAGI bersama Kementerian Kesehatan menemukan 64% orang Indonesia sudah mau divaksinasi, dan 24% masih ragu. “Yang ragu mudah-mudahan menjadi yakin pada saat vaksin ini diumumkan nanti, agar mau divaksinasi supaya terlindung dari penularan COVID-19, sakit, dan kematian. Sehingga pandemi segera mereda, ekonomi mulai bergerak, dan kehidupan kita membaik,” kata Soedjatmiko.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...