Uskup Suharyo: Gereja Katolik Tolak Hukuman Mati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Ignatius Suharyo, menyampaikan keprihatinan terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dan eksekusi tahap ketiga yang segera dilaksanakan di Lapas Nusakambangan.
Dalam surat yang disampaikan kepada para Imam di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, pada hari Rabu (27/7), Ignatius menegaskan Gereja Katolik menolak hukuman mati.
“Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita mengenai hukuman mati dan eksekusi yang segera akan dilaksanan di Indonesia itu. Bagi saya hukuman mati mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab,” kata Ignatius Suharyo dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com di Jakarta, hari Rabu (27/7).
Dalam kesempatan itu, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia itu juga mengajak umat Gereja untuk mendoakan terpidana mati yang akan dieksekusi.
“Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Imam untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana mati yang akan dieksekusi,” dia menambahkan.
Menolak Hukuman Mati
Uskup Ignatius mengutip Katekismus Gereja Katolik yang menyatakan “Pembelaan kesejahteraan umum masyarakat menuntut agar penyerang dihalangi untuk menyebabkan kerugian. Karena alasan ini, maka ajaran Gereja sepanjang sejarah mengakui keabsahan hak dan kewajiban dari kekuasan politik yang sah, menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tanpa mengecualikan hukuman mati dalam kejadian-kejadian yang serius (KGK 2266).”
Menurut Katekismus ini, hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat parah kejahatannya. Namun, apabila terdapat cara lain untuk melindungi masyarakat dari penyerang yang tidak berperi-kemanusiaan, cara-cara lain ini lebih dipilih daripada hukuman mati karena cara-cara ini dianggap lebih menghormati harga diri seorang manusia dan selaras dengan tujuan kebaikan bersama (bdk KGK 2267).
“Di sini terjadi peralihan pandangan Gereja tentang konsep hukuman mati Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae,” katanya.
Lebih lanjut, Uskup Ignatius mengatakan dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya.
“Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada,” tulis Ignatius mengacu EV 56.
“Dengan demikian Gereja Katolik menolak hukuman mati,” dia menegaskan.
Ignatius mengatakan, Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI sekarang ini juga sedang meng-advokasi seorang yang sudah dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang serupa. Menurut kesaksian keluarga dan saksi-saksi lain, aparat salah menangkap orang.
“Saya minta para Imam semua untuk mengajak seluruh umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta berdoa bagi para terpidana mati yang sudah dan akan diekekusi, juga untuk negara kita dan Gereja di Indonesia,” katanya.
Sementara itu kampanye untuk menghapus hukuman mati di Indonesia akan terus dilancarkan, meskipun kita tahu perjuangan ini akan memakan waktu, tenaga, pengorbanan yang tidak sedikit.
“Kita dukung berbagai komunitas yang dengan gigih, memperjuangkan penghapusan hukuman mati, tanpa kecewa kalau gagal,” katanya.
Doa Umat
Dalam suratnya, Ignatius juga melampirkan doa yang dapat dipanjatkan di seluruh Gereja Katolik Keuskupan Agung Jakarta dalam “Doa Umat Pada Hari Minggu” setelah eksekusi mati dilaksanakan.
“Kita tetap berdoa, agar segera dijalankan moratorium eksekuai mati dan selanjutnya hukuman mati dihapuskan dari sistem hukum di Indonesia,” katanya.
Berikut usul doa umat itu:
Imam (I): PadaMu, ya Allah kehidupan, kami mengarahkan hati untuk mendapatkan kekuatan dan andalan dalam kebimbangan kami, untuk memperoleh terang kalau kami buta, kecewa dan marah, untuk dapat menghirup perikemanusiaan dalam perseteruan kami.
Lektor (L): Ya Allah, dari kelimpahan hidup-Mu Engkau menciptakan segala yang hidup.
Umat (U): Bangkitkanlah tanggungjawab kami untuk memelihara kehidupan dan mengalahkan kekerasan.
L: Ya Allah, dengan tekun dan setia Engkau berbagi kehidupan dengan umat manusia; dan Yesus, utusan-Mu, Engkau bangkitkan, setelah Dia dihukum oleh bangsa-Nya dan dieksekusi oleh yang berkuasa.
U: Gerakkanlah kebersamaan kami dengan solidaritas dan jiwailah pemimpin-pemimpin kami, supaya mereka mempersatukan kami, tanpa mengorbankan hidup siapa pun.
L: Ya Allah, Engkau menggairahkan umat-Mu menjadi pembawa kabar gembira dan penjaring dalam lingkungan persaudaraan.
U: Semoga dengan kekuatan-Mu, jemaat beriman menjadi tempat terbuka dan mampu memberi maaf kepada saudara-saudara yang bersalah dan para pemimpin umat menjadi pembela dan pendamping mereka yang terhukum.
L: Ya Allah, dengan mengenakan hukuman mati, negara kami mau melawan semua ulah yang memusnahkan hidup dan merusak perikemanusiaan. Namun tindakan ini tidak menyelesaikan masalah-masalah kami dan hanya menambahkan kekerasan.
U: Bimbinglah kami, para warga dan para pemimpin, untuk menemukan dan menempuh jalan persaudaraan untuk semua.
L: Ya Allah yang kekal, demi hukum positif, sesama kami harus meninggalkan kami dan meninggal dunia karena dihukum mati.
U: Ya Allah yang adil, sambutlah mereka semua dalam keadilan-Mu dan penuhilah hidup mereka dengan kemuliaan-Mu.
I: Demikianlah permohonan kami, ya Allah, demi Yesus Kristus yang taat sampai mati di salib dan yang Engkau tinggikan di sisi-Mu, menjadi pengantara kami dan semua orang.
U: Amin.
Uskup Keuskupan Agung Jakarta itu juga menyampaikan terima kasih atas kerjasama para Rama yang turut menyebarluaskan keprihatinan dan pandangan Gereja terhadap hukuman mati di Indonesia.
“Semoga hidup manusia semakin dihormati dan martabatnya semakin dijunjung tinggi. Hanya dengan dasar hormat terhadap kehidupan dan martabat manusia, keadaban publik akan dapat dibangun,” katanya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...