Utang ke Tiongkok, DPR Cemaskan 3 BUMN Tergadai
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Heri Gunawan, mengatakan, seharusnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkonsultasi dengan pihaknya sebelum Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank Negara Indonesia (BNI), menandatangani kesepakatan pinjaman dengan Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB).
“Secara etika, harusnya Kementerian BUMN berkonsultasi dengan DPR RI terkait pinjaman yang memiliki risiko besar dan bisa berdampak pada keuangan negara. Apalagi, proporsi utang swasta dan BUMN makin meroket dengan angka yang fantastis. Kalau akhirnya gagal, ibarat kata, sudah jatuh, tertimpa tangga, sudah ngutang, proyek gagal, BUMN tergadai,” ucap Heri dalam keterangan pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Selasa (29/9).
Menurut dia, cara Menteri BUMN, Rini Soemarno yang main putus sepihak tersebut akan memunculkan banyak spekulasi. Terlebih, alasan pinjaman itu ditujukan untuk membiayai proyek infrastruktur yang sebetulnya pembahasannya belum jelas dan berpeluang gagal.
Lebih lanjut, dia menjabarkan, sebagai utang jangka panjang, pinjaman tersebut memiliki sejumlah risiko, antara lain bisa menggerus sumber penerimaan ketiga BUMN, karena harus membayar cicilan pinjaman dalam jangka panjang. Otomatis, profit dan atau dividen juga ikut menurun.
“Berarti dalam jangka panjang, penerimaan negara dari dividen akan berkurang,” kata Heri.
Selanjutnya, menurut dia, proyek infrastruktur yang dimaksudkan belum jelas dan mengalami hambatan dari masalah lahan hingga keamanan. “Jadi, kalau akhirnya gagal, darimana utang itu dibayar? Tidak ada opsi lain selain menggadaikan ketiga BUMN itu sebagai jaminan,” ujar Heri.
Terakhir, pengembalian utang tersebut bergantung pada berhasil atau tidaknya proyek infrastruktur yang dicanangkan.
“Oleh karena itu, seharusnya Kementerian BUMN memastikan lebih dahulu proyek-proyek yang dimaksud punya nilai ekonomis berimbang. Kalau tidak, itu hanya akan jadi beban besar buat negara,” kata Heri.
Dia pun menduga, telah terjadi barter proyek dalam kesepakatan tersebut. Padahal, selama ini, realisasi proyek yang ditangani Tiongkok sering bermasalah, seperti proyek listrik 10.000 megawatt tahap satu dan dua. “Berarti, kita sedang terancam untuk dapat infrastruktur dengan kualitas yang patut dipertanyakan,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Editor : Eben E. Siadari
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...