Volkanolog ITB Menjelaskan tentang Suara Dentuman
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Volkanolog Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Eng Mirzam Abdurrachman ST MT memberikan penjelasan terkait suara dentuman yang terjadi di DKI Jakarta, Bogor, dan Depok, pada 11 April 2020.
Mirzam Abdurrachman dalam siaran pers Humas ITB, Minggu (12/4), menjelaskan sampai saat ini belum diketahui secara pasti sumber asal suara dentuman tersebut.
Namun, menurutnya, suara dentuman bisa terjadi salah satunya karena aktivitas magma dari suatu gunung api, akibat perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur magma ke lokasi yang lebih dangkal.
Menurut dia, kejadian itu mengakibatkan terjadinya kekosongan dan ambruknya dapur magma dalam, sehingga menghasilkan dentuman dan getaran di daerah sekitarnya.
Fenomena yang sering juga disebut underground explosion ini bisa dan tidak selalu diikuti oleh suatu erupsi gunung api.
“Namun, hal tersebut masih perlu dikaji terlebih dahulu dengan data kegempaan serta perubahan temperatur dan pelepasan gas dari gunung-gunung di sekitar Jabodetabek dan juga Gunung Anak Krakatau,” ujarnya.
Ia mengatakan hipotesis tersebut didasarkan pada peristiwa serupa yang terjadi di tiga gunung api di tiga negara, yaitu Gunung Api Miyake-jima Jepang (tahun 2000), Gunung Piton de La Fournaise Pulau Reunion (tahun 2007), dan gunung di Kepulauan Mayotte Prancis (tahun 2018).
Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB tersebut memastikan, hipotesis atau dugaan tersebut masih perlu dikaji dan dibuktikan apakah dentuman keras misterius tersebut mempunyai hubungan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat lalu.
Terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung, Gunung Anak Krakatau berada di antara Pulau Panjang, Sertung, dan Pulau Rakata. Ia menjelaskan, letusan Gunung Anak Krakatau termasuk tipe strombolian dan vulkanian yang memiliki energi letusan tergolong rendah hingga sedang.
Berdasarkan data Volcanic Explosivity Index (VEI), Gunung Anak Krakatau miliki nilai VEI 2-3 artinya tergolong rendah hingga sedang.
Dr Mirzam Abdurrachman mengatakan Gunung Anak Krakatau baru muncul ke permukaan sejak tahun 1927.
“Sejak tahun tersebut, Gunung Anak Krakatau tumbuh besar dan memesona,” ujar Mirzam.
Gunung Anak Krakatau adalah sisa sejarah panjang letusan Krakatau Purba yang berlangsung sejak abad ke-5, hingga letusan di tahun 1883 yang hanya menyisakan Rakata, Panjang, dan Sertung.
Hampir setiap tahun Gunung Anak Krakatau memperlihatkan aktivitas vulkanisme. Pola letusannya pun kini tercatat semakin teratur sejak tahun 2008.
Letusan eksplosif dan efusi tersebut datang silih berganti setiap dua tahun sekali dan membentuk sebuah pola. Sampai saat ini, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih tetap pada Level II (Waspada). (Ant)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...