Wabah Pokemon GO
Bagaimana kita menanggapinya?
SATUHARAPAN.COM – ”Bu, boleh angkat handphone, nggak? Handphone saya bergetar terus dari tadi,” kata seorang murid les saya.
”Boleh saja, mungkin ada telepon penting.”
”Bukan Bu, ada pokemon di tempat ini,” jawabnya.
Anak 13 tahun itu lalu menceritakan bahwa selama liburan dia banyak menghabiskan waktu untuk bermain pokemon. ”Harus ke poke stop dulu untuk mengisi perbekalan, supaya bisa menangkap pokemon,” lanjutnya, ”dan poke stop yang paling dekat dengan rumah saya itu sekolah, jadi selama liburan sering ke sekolah.”
“Kamu boleh masuk ke sekolah sewaktu liburan?” tanya saya.
”Ditanya oleh satpamnya untuk apa, saya jawab untuk mencari pokemon, dan ternyata Pak Satpam juga bermain pokemon, jadi saya diizinkan,” jelasnya.
”Sepupu saya dari Jakarta menginap di rumah saya selama dua hari untuk mencari pokemon karena pokemon di sekitar sini jenisnya berbeda dengan di Jakarta,” timpal anak yang lain.
Berbagai perdebatan pun marak di media massa maupun dunia maya. Ada yang mengatakan bahwa pokemon itu sesat, dilampiri dengan berbagai ayat Firman Tuhan yang dikutipnya. Ada juga yang mengatakan pokemon itu lucu dan menyenangkan, atraktif untuk menghilangkan stres.
”Seharusnya game ini ditujukan agar para pengguna berjalan kaki menangkap pokemon, jadi kita harus bergerak, ada kriteria berapa kecepatan kita bergerak dalam menangkap target,” jelasnya kembali.
Bagaimana kita menanggapi permainan ini? Apakah bermain pokemon itu salah? kalau ada orang tertabrak mobil saat bermain pokemon, melalaikan tugasnya, siapakah yang disalahkan, orangnya atau pokemonnya?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...