Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 18:52 WIB | Sabtu, 09 November 2013

Wagub Geram, Normalisasi Waduk Pluit Masih Terkendala Relokasi Warga

Proses pengerukan Waduk Pluit. (Foto: dok. satuharapan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Musim penghujan sudah tiba, namun belum sepenuhnya pekerjaan diselesaikan Pemprov DKI dalam menangani banjir yang sudah pasti akan terjadi. Normalisasi Waduk Pluit menjadi pekerjaan yang penting menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, terutama urusan merelokasi pemukiman di sisi waduk. Akan tetapi, mengapa peran Waduk Pluit terasa begitu signifikan bagi penanganan banjir di Jakarta?

Jika terjadi hujan seperti tahun kemarin, Basuki menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan tim banjir, bahkan 221 pintu air, dan rumah-rumah pompa sudah selesai disiapkan. Mesin tambahan pun sudah disiapkan sebagai antisipasi apabila terjadi kerusakan mesin (pompa).

Pihaknya mengakui telah bekerja semaksimal mungkin, namun tetap saja hanya 12 waduk yang saat ini berhasil dikeruk, dari 76 waduk, danau, dan situ di Jakarta, seperti dikatakan Basuki di kantor Balai Kota, Jumat (8/11).

Basuki kemudian menjabarkan kendala yang dihadapi dalam proses normalisasi Waduk Pluit tengah. “Sistem air kita ini, begitu air dari sungai Ciliwung masuk dibagi dua pertama yang mengalir dari banjir kanal barat (BKB) dan banjir kanal timur (BKT), dan kedua dari Cakung Grand dan Cengkareng Grand, yang menuju pintu air Manggarai.

Kalau volume air kedua pintu ini terlalu besar, pintu air Manggarai tidak akan mampu menampungnya (jebol). Tetapi kalau dibuka, Istana Negara dan Balai Kota akan tenggelam.  

Dirinya berharap nantinya BKB dan BKT tidak lagi tidak lagi melewati tanggul (pintu air Manggarai), karena jika demikian pasti akan terjadi jebol. Oleh karena itu, pihaknya harus membuka pintu air Manggarai, dengan catatan Waduk Pluit harus siap menampung air kirimannya karena akan dialirkan ke sana.

Oleh karena itu, begitu Waduk Pluit dikosongkan, ini bisa menampung 7-8 juta kubik air. Begitu air masuk, maka nanti ada pemompaan. Tadinya wilayah Waduk Pluit yang ditinggali warga seluas 50 Ha dengan kedalaman 23 Ha, tapi saat ini kondisinya masih dalam proses pengerukan. Dan begitu Waduk Pluit siap, air akan sengaja dialirkan semua ke sana.

“Sekarang memang sudah bisa kita masukkan dredger, swasta yang kerjakan. Yang nantinya mau dibikin seperti Pelabuhan Nizam Zahman yang dipunyai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Nanti pihak swasta ini mau kasih tambahan untuk pengelolaan ikannya, serta melakukan kerja sama dengan BUMN yakni PT. Berantas untuk pengerukan.” kata Basuki menerangkan.

“Kalau pakai alat berat untuk mengeruk, itu hanya mampu sampai kedalaman 3 meter. Di Waduk Pluit tengah, saya baru bersihkan sisi kirinya saja, tapi begitu dikeruk sisi kanannya, ada sekitar 1500 rumah yang pakai kayu di atasnya, orang bilang saya melanggar HAM. Yang selatan belum disingkirkan, utara juga belum selesai, jadi kita hanya mampu keruk 20 persen. Seluruh rumah di sana ada hampir 7000 rumah, dan beginilah kondisi sebenarnya.” ungkapnya.

“Makanya Pak Gubernur memutuskan membuat rumah susun untuk pindahkan mereka, tapi yang menduduki sungai masih saja terus melawan, bagaimana bisa masuk alat berat dredger, jadi kita bukan kesulitan normalisasinya, gampang alat-alat berat begitu banyak. Yang susah ini memindahkan orang-orang yang tinggal di samping waduk yang merasa itu hak dia dan minta uang kerohiman, minta uang ganti rugi.” keluhnya.

Basuki semakin geram ketika pihak warga tersebut melaporkan kasus ini ke Pengadilan sebagai pelanggaran HAM. “Sekarang kita kasih ampunan kita pindahkan, kalau masih ada yang urung, masih ada yang nekat bikin rumah baru, nanti kita akan bilang kepada Jaksa, Hakim dan Pengadilan Negeri untuk ke depannya, siapapun yang menduduki tanah negara dipidanakan saja,” kata dia.  

Menduduki tanah negara, Basuki menyebut tindakan ini mencuri. “Kenapa gunakan istilah mencuri, karena mencuri kalau ketahuan langsung dipenjara. Tetapi kenapa menduduki tanah negara, menyusahkan orang, begitu ketahuan malah minta ganti rugi? Nah, karena sekarang tidak ada penegakan hukum, tetapi mulai ke depan harus ada hukum pidana.” pungkasnya geram.
 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home