Wahid Foundation Apresiasi Toleransi di Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Wahid Foundation, Yenny Zannuba Wahid atau yang biasa disapa Yenny Wahid, mengemukakan Wahid Foundation mengapresiasi semakin banyaknya praktik toleransi dalam kaitannya dengan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia.
Dengan mengacu kepada hasil penelitian Wahid Foundation sepanjang tahun 2016, praktik baik yang berhasil dicatat sebanyak 254 peristiwa.
"Kami mencatat praktik-praktik yang bisa dikategorikan baik untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, karena kalau pelanggarannya saja yang dicatat, kesannya Indonesia negatif terus,” kata Yenny saat memberi sambutan dalam acara “Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia Tahun 2016 Wahid Foundation”, di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, hari Selasa (28/2).
Dia menjelaskan Wahid Foundation melakukan pencatatan praktik toleransi yang baik dalam kaitannya dengan KBB dengan tujuan memperlihatkan gambaran yang lebih seimbang dan holistik dalam melihat praktik KBB di Indonesia.
Dia memberi contoh, berdasarkan penelitian Wahid Foundation, praktik toleransi beragama yang baik antara lain terjadi di Kota Tual, Maluku, yang terjadi saat umat Islam dan Kristen terlibat dalam renovasi Masjid Raya Kota Tual. “Pemandangan ini biasa dilakukan, termasuk pada saat membangun gereja dan prasarana agama lainnya,” kata Yenny.
Yenny mengatakan dari peristiwa tersebut bahwa ada budaya silaturahmi yang tetap tumbuh di sejumlah daerah di Indonesia. “Walaupun di level grass root(akar rumput) pemahaman tentang toleransi itu secara teoritis belum dipahami oleh masyarakat, tetapi dengan peristiwa seperti itu maka sekat-sekat yang ada menjadi cair, dan ini menjadi salah satu rekomendasi kami kepada pemerintah agar budaya silaturahmi lebih dikuatkan lagi,” kata dia.
Dia memberi contoh lainnya berdasarkan penelitian Wahid Foundation, di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) grup qasidah Masjid Nurul Salam, Wangatoa, Kabupaten Lewoleba, NTT tampil di acara keagamaan Gereja Katolik Kristus Raja, Lembata, NTT. “Ini dalam kerangka itu tadi, silaturahmi antarumat beragama,” kata Yenny.
Contoh lainnya, pertengahan April 2016, kata dia, puluhan jemaat Gereja Kalimantan Evangelis Tumbang Sangai, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dan umat Hindu Kaharingan turut memeriahkan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke-47. “Jadi makin banyak gerakan dan enggak pakai teori dan langsung muncul silaturahmi itu,” kata dia.
Penegak Hukum
Dia mengatakan toleransi dan aktivitas positif yang menunjukan silaturahmi juga ditunjukan kepolisian. Dia menyoroti salah satu kebijakan penting yang dilakukan kepolisian yakni Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Polisi Tito Karnavian menegur keras anak buahnya yang mengeluarkan surat edaran larangan penggunaan atribut natal yang merujuk kepada Fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Kepolisian juga merespons dengan baik ujaran kebencian menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak beberapa waktu lalu dengan melakukan monitoring media sosial dan melakukan pendekatan-pendekatan hukum,” kata dia.
Dia mengapresiasi tindakan kepolisian lainnya yang dilakukan Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Semarang, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Abiyoso Seno Aji yang menjamin pelaksanaan peringatan 10 Muharram penganut Syiah di Jawa Tengah. “Walau terdapat penolakan sejumlah kelompok keagamaan di Jawa Tengah,” kata dia.
Contoh lain yakni, Kepolisian Resor Banjar, Jawa Barat, kata dia, mengamankan salat Jumat Jamaah Ahmadiyah di Cipadung, Kota Banjar, Jawa Barat pada Februari 2016.
“Di Bondowoso, Jawa Timur, kepolisian juga menjaga acara ulang tahun dan sekaligus pengajian akbar kaum syiah,” kata dia.
Kepala Daerah
Selain aparat penegak hukum dan elemen masyarakat yang melakukan aktivitas silaturahmi yang bermakna positif, dia menambahkan, sejumlah kepala daerah juga mendapat apresiasi positif dari Wahid Foundation.
“Misalnya Bupati Purwakarta, Dedy Mulyadi, Wali Kota Kupang, Jonas Silaen, Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, dan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi,” kata dia.
Yenny mengemukakan bahwa sejumlah kepala daerah tersebut memiliki kebijakan strategis dalam membentuk atmosfir toleransi di daerah tersebut.
“Jika kepala daerah menunjukkan kebijakan diskriminatif itu pasti ke bawahnya (hingga level desa dan kecamatan, Red) sudah pasti akan terjadi pelanggaran KBB, tetapi ketika kepala daerahnya terbuka pikirannya maka akan terasa atmosfer toleransi di sejumlah daerah,” kata dia.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...