Wahid Institute: Insiden Tolikara Rekayasa Indonesia Intoleran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dr Rumadi Ahmad, Direktur Program Wahid Institute menduga insiden di Tolikara adalah rekayasa agar membuat kesan Indonesia adalah negara intoleran.
Pernyataan yang disampaikan melalui akun media sosial Twitter, @rumadi04 ini dibuka dengan kalimat “Peristiwa Tolikara patut disesalkan. Apa pun alasannya, peristiwa itu tidak patut terjadi. Penyerangan dan pembakaran tempat ibadah sungguh memilukan.”
Namun, ia menambahkan bahwa kasus Tolikara harus dilokalisir. Perlu diantisipasi kemungkinan kasus ini melebar ke tempat lain. Dan, penyelesaiannya harus dilakukan secara proporsional. “Kalau kasus ini bersifat lokal, jangan terlalu ditarik ke Jakarta,” tulisnya. “Jangan sampai kasus yang semula kecil dan sederhana, tiba-tiba menjadi rumit karena sudah terlalu banyak tangan yang bermain.”
Meredam konflik merupakan langkah penting pertama yang harus dilakukan. Ia mengingatkan supaya semua mewaspadai kemungkinan ada kelompok yang terus mengipas-ngipas.
“Sengaja Diledakkan Waktu Idul Fitri”
Dosen Universitas Islam Jakarta ini juga menyerukan supaya dilakukan investigasi komprehensif. “Aktor-aktor di balik konflik itu harus dipetakan dengan baik, termasuk aliansi politik-keagamaannya,” tulisnya.
Tdk tertutup kemungkinan peristiwa #Tolikara memang sengaja dibikin oleh org yg sengaja ingin memberi kesan Indonesia itu intoleran.
— Rumadi Ahmad (@Rumadi04) July 18, 2015
Sebab, Rumadi menyebut, “Dalam konflik seperti ini, sebuah kelompok bisa menjadi sebab dan akibat sekaligus. Tersebutlah GIDI, dia bisa sebab sekaligus akibat.”
Ia juga mengingatkan bahwa konflik di sebuah tempat, bisa juga merupakan rembesan dari konflik di tempat yang lain. Konflik apa pun tidak pernah berdiri sendiri. Jadi, pendekatan hukum dan resolusi konflik hrs berjalan bersama. Langkah pertama perlu pendekatan hukum. Setelah itu resolusi konflik.
Rumadi yang juga adalah Komisioner Komisi Informasi Pusat ini menyebut, “Tidak tertutup kemungkinan peristiwa Tolikara memang sengaja dibikin oleh orang yang sengaja ingin memberi kesan Indonesia itu intoleran.”
Ia menduga peristiwa ini sengaja “diledakkan” pada saat Idul Fitri, ketika umat Islam sedang salat. Ini tentu ada maksud. Dengan “meledakkan” persis pada saat Idul Fitri maka akan membawa dampak pemberitaan dan efek psikologis yang besar.
Ia juga mengingatkan supaya, “Jangan terlalu berspekulasi dengan peristiwa Tolikara. Sebab, ada yang membawa GIDI—Gereja Injili di Indonesia—ke persoalan separatisme. Ini akan makin runyam.”
Sebab, dengan mengaitkan GIDI dan separatisme akan muncul asumsi: Kristen tidak setia dengan NKRI. “Runyam kan?” tulisnya. Jadi, ia menyerukan supaya baik umat Islam maupun Kristen tidak terpancing dengan kasus Tolikara, meskipun ada yang terus memancing. “Mari menjadi kelompok yang waras,” ia menegaskan.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...