Waketum MUI Sambut Positif Pemberlakuan Jaminan Produk Halal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi menyambut positif pemberlakuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang terhitung mulai 17 Oktober 2019 diberlakukan.
"Spirit lahirnya UU JPH, harus dimaknai bahwa negara hadir dalam penjaminan produk halal di Indonesia. Implikasinya adalah adanya pembagian peran pemerintah dan MUI dalam penyelenggaraan layanan sertifikasi halal," kata Zainut di Jakarta, hari Rabu (16/10).
Dia menambahkan sesuai ketentuan UU JPH Pasal 10 ayat (1), MUI diberikan peran melakukan sertifikasi auditor, penetapan fatwa produk halal dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Selain itu, lanjut dia LPPOM MUI sebagai LPH tetap menjalankan peran dalam melakukan pemeriksaan produk halal.
"Terhadap ketiga peran tersebut MUI siap melaksanakan tugasnya sesuai dengan amanat UU," lanjutnya.
Zainut mengatakan sebagai pelopor sertifikasi produk halal, LPPOM MUI telah diakui eksistensinya, baik di dalam maupun luar negeri.
Standar Halal "HAS 23000" telah diterapkan di Indonesia dan diadopsi lebih dari 50 lembaga sertifikasi halal luar negeri. Selain menerapkan "HAS 23000", menurut dia lembaga sertifikasi halal luar negeri juga meminta pengakuan dari MUI.
Waketum MUI mengemukakan dengan diberlakukannya UU JPH tanggung jawab penyelenggaraan layanan sertifikasi halal sekarang dilakukan oleh BPJPH.
Dia berkata perihal sertifikasi halal itu meliputi banyak hal dan melibatkan banyak pihak. Maka, tambah dia MUI mengharapkan pemerintah melalui BPJPH untuk segera melakukan langkah-langkah strategis, koordinatif, integratif dan sinkronisasi kegiatan dengan stakeholder halal khususnya MUI agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi di masyarakat.
MUI, lanjut dia berterima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia yang telah memberi kepercayaan kepada LPPOM MUI. Lembaga tersebut selama 30 tahun memainkan peranannya dalam bidang sertifikasi halal.
"LPPOM juga melakukan berbagai upaya dan langkah untuk melindungi dan menjaga umat Islam dari mengonsumsi makanan, minuman, obat-obatan dan barang gunaan lain yang tidak halal," jelas dia.
Penandatanganan MoU PLSH
Sebelas pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) menandatangani nota kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal (PLSH) bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (16/10).
Sebelas K/L tersebut adalah Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan penandatanganan nota kesepakatan tersebut menjadi jalan pembuka bagi pemberlakuan jaminan halal untuk produk makanan dan minuman, yang berlaku mulai hari Kamis, 17 Oktober 2019.
"Ini sebagai langkah untuk memperlancar layanan sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), mulai tanggal 17 Oktober besok," kata Lukman di Kantor Wapres Jakarta.
Pemberlakuan sertifikasi halal akan dilakukan secara bertahap; pertama ialah proses pemberlakuan label halal untuk produk makanan, minuman dan produk jasa terkait keduanya selama lima tahun, yakni 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024.
Tahap kedua, sertifikasi halal wajib diberlakukan untuk produk selain makanan yang berlaku mulai 17 Oktober 2021 dengan rentang waktu tujuh tahun, 10 tahun dan 15 tahun.
"Penahapan sertifikasi tersebut tidak berlaku bagi produk yang kewajiban kehalalannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, serta produk yang sudah bersertifikat halal sebelum UU JPH berlaku," jelas Lukman.
Turut hadir dalam penandatanganan MoU tersebut adalah Menkeu Sri Mulyani, Menristekdikti M. Nasir, Menkominfo Rudiantara, Kapolri Tito Karnavian dan Wamenlu AM Fachir.
Jika sebelumnya pelabelan produk halal dilakukan hanya lewat MUI, kini proses sertifikasi produk halal akan melalui lima tahap.
Pertama, pelaku usaha mendaftarkan diri dengan membawa berkas persyaratan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Kedua, BPJPH kemudian memeriksa kelengkapan berkas persyaratan tersebut, yang saat ini sedang dikembangkan sistem informasi halal atau SIHalal.
Ketiga, pelaku usaha menentukan lembaga pemeriksa halal (LPH) untuk meneliti dan menguji produk atau barang yang akan mereka jual kepada konsumen.
Keempat, LPH membawa hasil pengujian barang tersebut ke MUI untuk diberikan fatwa halal terhadap sebuah produk.
Terakhir, hasil dari sidang fatwa halal MUI tersebut diserahkan kembali ke BPJPH untuk diterbitkan sertifikasi halal. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...