Walau Diancam, Ada Baptis Massal di Kamp Pengungsi Jerman
SATUHARAPAN.COM – Walau diancam kelompok radikal, lebih dari 80 migran dari Timur Tengah tetap memutuskan untuk dibaptis. Pdt Albert Babajan yang memimpin baptis massal ini di kamp pengungsian Hamburg, Jerman itu.
“Walaupun orang-orang Kristen itu menderita karena perlakuan tetangga mereka yang seagama dulu di Jerman, sekitar 80 pengungsi baru-baru ini dibaptis,” menurut laporan International Christian Concern, Selasa (17/5).
Pdt Albert Babajan dari Gereja Pentakosta Alpha Omega Hamburg yang dilaporkan melakukan baptisan massal di kamp pengungsi di Hamburg, mengungkapkan bahwa salah satu motif utama untuk perubahan iman mereka adalah karena kekecewaan terhadap agama dahulu mereka.
Shima, salah satu yang menjadi Kristen, menjelaskan keputusannya, mengatakan, “Saya sudah mencari seluruh masa hidup saya akan perdamaian dan kebahagiaan, tetapi saya belum menemukannya. Menjadi seorang Kristen adalah kebahagiaan sejati saya.”
Babajan mengakui bahwa beberapa pengungsi yang memilih untuk masuk agama Kristen mungkin melakukannya karena mereka takut mereka mungkin akan dibunuh jika mereka dikirim kembali ke rumah ke negara asal mereka, di mana mereka menghadapi terorisme dari kelompok-kelompok radikal.
Namun, pendeta itu mengungkapkan bahwa ia memiliki cara untuk mengetahui apakah seseorang tulus dalam keyakinan mereka.
“Karena iman Kristen mengubah cara berpikir, memandang dunia. Jika seseorang mengatakan kepada saya bahwa pada malam hari ia bisa tidur lagi atau dapat mengampuni musuh, maka saya tahu bahwa di dalam hatinya ia adalah seorang Kristen,” katanya.
Meskipun banyak pengungsi yang mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsi Jerman, sebuah laporan utama oleh kelompok pengawas internasional Open Doors, menemukan bahwa ada lebih dari 300 insiden orang Kristen yang secara fisik atau seksual diserang oleh Muslim di kamp-kamp pengungsi di negara ini.
Sejumlah insiden tersebut berusaha ditutup-tutupi oleh pemerintah Jerman yang takut tumbuh sentimen anti-imigrasi di negara itu.
“Meskipun peningkatan laporan tentang masalah ini oleh media, organisasi amal, hak asasi manusia, para pemimpin gereja dan organisasi Kristen; pemerintah dan politikus Jerman hampir tidak pernah melakukan investigasi,” kelompok pengawas memperingatkan.
“Sebaliknya, kami percaya bahwa insiden-insiden itu sengaja diremehkan dan bahkan ditutup-tutupi. Selama diskusi rahasia dengan para peneliti dari Open Doors, telah diketahui bahwa bahkan di kantor polisi, serangan bermotif agama di pengungsi Kristen tidak dicatat,” kelompok pengawas itu menambahkan.
Kembali pada bulan September 2015, sebuah gereja di Berlin juga melaporkan bahwa mereka telah mengalami lonjakan besar dalam keanggotaannya, 150-600 dalam waktu singkat, karena pencari suaka dari Iran masuk Kristen.
Pastor Gottfried Martens dari Gereja Trinity Lutheran di Berlin mencatat bahwa beberapa orang yang bertobat berharap bahwa status Kristen baru mereka mungkin membantu mereka punya peluang lebih baik tinggal di Jerman, tetapi mengatakan ia tidak khawatir tentang motif.
“Saya tahu bakal ada lagi orang yang datang ke sini karena mereka memiliki semacam harapan mengenai suaka,” Martens kepada Fox News saat itu “Saya mengundang mereka untuk bergabung dengan kami karena saya tahu bahwa siapa pun yang datang ke sini tidak akan ditinggalkan. Dan tidak dibiarkan tidak berubah. “ (Christian Post)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...