Walhi: Mayoritas Pembakar Hutan dan Lahan Gambut Adalah Korporasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) keluarkan hasil analisis kebakaran lahan dan hutan yang disebabkan oleh korporasi. Pernyataan itu disampaikan dalam jumpa pers yang digelar di kantor Walhi Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan, hari Kamis (1/10).
Hasil analisis Walhi dilakukan di lima Provinsi perwakilan daerah yang mengalami dampak terparah di antaranya Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Kebakaran hutan dan lahan selama 18 tahun yang terjadi di Indonesia dinilai Walhi sebagai fakta bahwa monopoli kawasan hutan untuk pengembangan perusahaan merupakan penyebab utama kebakaran dan polusi asap di negari ini.
Berdasarkan data tahun 2014 terdapat empat sektor industri ekstraktif di antaranya logging, perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri (HTI) dan tambang telah menguasai sekitar 57 juta hektar hutan dan lahan.
Penguasaan areal tersebut dibarengi dengan praktik buruk pengelolaan konsesi, salah satunya adalah tindakan pembakaran hutan dan lahan gambut untuk kemudahan pengembangan produksi. Penggundulan dilakukan secara masif dan sistematis yang diikuti pengeringan lahan gambut dengan cara membelah lahan gambut dan membangun kanal. Pembersihan lahan dengan cara dibakar untuk menghemat biaya operasi dan juga untuk mengurangi derajat keasaman lahan gambut, sehingga cocok untuk ditanami tanaman komoditas industri.
Pada periode bulan Januari sampai dengan September 2015 terdapat sekitar 16.334 titik api di lima Provinsi yang terdeteksi dari citra satelit. Analisis data dan fakta dari kelima provinsi tersebut, Walhi telah menemukan titik api terjadi berada di wilayah konsesi perusahaan dengan jumlah sebagai untuk Kalimantan Tengah sebanyak 5.672 titik, Kalimantan Barat 2.495 titik, Riau 1.005 titik, Sumatera Selatan 4.416 titik dan Jambi 2.842 titik.
Walhi berpendapat kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di lima provinsi pada tahun ini mayoritas titik api berada dalam konsesi perusahaan, terutama HTI sebanyak 5.669 titik api dan perkebunan kelapa sawit sebanyak 9.168 titik api.
Hasil overlay titik api dengan konsesi perusahaan menunjukkan bahwa empat provinsi yaitu Jambi, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah perusahaan grup Wilmar dan Sinarmas paling banyak ditemukan berkontribusi terhadap keseluruhan jumlah titik api.
Dari hasil analisis data yang dilakukan oleh Walhi Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat sampai dengan saat ini, Rudiansyah dari Walhi Jambi mengatakan akan menempuh upaya hukum dengan class action dan citizen law suit yang dilakukan di daerah maupun nasional. Upaya ini sebagai bagian terpisahkan dari tuntutan atas peran dan fungsi negara untuk melakukan penegakan hukum atas korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia.
Selain Rudiansyah dari Walhi Jambi, ada juga Arie Rompas dari Walhi Kalimantan Tengah, Hadi Jatmiko Walhi Sumatera Selatan, Anton P. Widjaya Walhi Kalimantan Barat, dan Muhnur Setyahaprabu Manajer Advokasi dan Pembelaan Hukum Walhi Eksekutif Nasional.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...