Wapres Boediono Menyaksikan ‘Matinya Sang Maestro’
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pementasan ulang teater ‘Matinya Sang Maestro’pada Selasa (13/4) dan Rabu (13/4) di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta disaksikan sejumlah pejabat negara. Di antaranya Wakil Presiden Boediono.
Wakil Presiden Boediono menyaksikan ‘Matinya Sang Maestro’pada pementasan ulang hari pertama pada Selasa (13/4).
Setelah menyaksikan, Wakil Presiden menyampaikan rasa terimakasih kepada Butet Kartaredjasa mewakili ‘Indonesia Kita’ yang telah mementaskan ‘Matinya Sang Maestro’. “Mas Butet, terimakasih. Malam ini saya dan istri benar-benar menikmati.”
Dia pun menyampaikan apresiasinya. “Keragaman budaya kita dipadukan dengan sangat bagus dan dimainkan oleh seniman seniwati yang sangat berbakat. Saya ingin menyampaikan selamat dan sukses yang telah merajut Indonesia bersama melalui budaya. Kami mendukung. Apabila nanti kalau sudah saya lengser, kalau ada yang bisa didukung dari saya.”
Kedatangan Wakil Presiden Boediono menyaksikan ‘Matinya Sang Maestro’ di hari pertama pementasan menimbulkan kemacetan jalan di depan TIM. Pasukan Pengamanan Presiden (PASPAMPRES), polisi, dan tentara berjaga-jaga di beberapa titik di seputar TIM.
Tim kreatif ‘Indonesia Kita’ Butet Kartaredjasa sebelumnya hanya mengatakan kalau pementasan ulang pada bulan Mei itu diadakan karena ada pejabat negara yang ingin menyaksikan. Tetapi tidak menyebutkan profil pejabat negara itu.
Sinopsis
‘Matinya Sang Maestro’ menceritakan seorang seniman besar bernama Kartolo yang hidup miskin. Dia tinggal di rumah kontrakan bersama istri dan anak. Rumah kontrakannya sering telat dibayar.
Suatu ketika datang kabar, Pemerintah akan memberi Kartolo hadiah uang 10 Miliar atas jasanya memajukan dunia seni. Dalam Surat Keputusan (SK) disebutkan, kalau hadiah itu diberikan karena ‘jasa-jasanya selama hidup’.
Kalimat itu menimbulkan masalah tafsir. Para pejabat menganggap, ‘uang hadiah itu hanya bisa diberikan setelah ia mati’. Padahal Kartolo masih hidup. Para pejabat bersikeras, SK Pemberian hadiah itu tidak mungkin diubah. Bila diubah, maka itu berarti menanggap SK itu salah atau bermasalah.
Padahal yang bermasalah adalah Kartolo karena belum mati sesuai SK itu. Berita itu menimbulkan kehebohan. Semua orang baik kepada Kartolo dan berharap dapat warisan setelah dia mati. Termasuk istri dan anaknya. Kegetiran dan kelucuan ini membalut kisah ‘Matinya Sang Maestro’.
Pementasan ini diramaikan sejumlah maestro seni kenamaan. Seperti Djaduk Ferianto, Didik Nini Thowok, Marwoto, Trio GAM (Gareng Rakasiwi, Joned, dan Wisben), mereka berasal dari Yogyakarta. Sementara dari Jawa Timur yaitu Kartolo, Yu Ning, dan Sapari. Turut serta juga penyanyi kroncong Sruti Respati.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...