Warga Afghanistan Menikahkan Gadis di Bawah Umur, karena Kemiskinan
Laporan kantor berita “Raha” menyebutkan, jika tak punya uang, mereka menyerahkan imbalan senjata atau ternak.
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Kemiskinan, pengangguran, dan krisis ekonomi yang dialami Afghanistan telah menyebabkan beberapa keluarga menikahkan anak perempuan mereka di bawah umur dengan pria paruh baya dengan imbalan uang, senjata atau ternak, sebuah kantor berita Afghanistan melaporkan pada hari Selasa (12/10).
Ekonomi Afghanistan berada di bawah tekanan besar, dengan harga makanan dan bahan bakar naik tajam di tengah kekurangan uang tunai, dipicu oleh penghentian bantuan asing dan kekeringan.
“Beberapa keluarga telah menjual anak perempuan mereka yang berusia beberapa tahun untuk mendapatkan uang, ternak, dan senjata,” kata kantor berita Raha mengutip sumber.
Laporan yang dikutip Al Arabiya itu menambahkan bahwa seorang gadis di bawah umur dihargai antara 100.000 hingga 250.000 mata uang Afghanistan, setara dengan kisaran US$ 1.108 hingga US$ 2.770, di distrik-distrik terpencil di Provinsi Ghur.
Jika pembeli tidak memiliki uang tunai, dia akan memberikan senjata atau ternak untuk keluarga gadis itu sebagai gantinya.
Laporan tersebut mencatat bahwa meskipun praktik penjualan gadis di bawah umur bukanlah kejadian baru, hal itu menjadi lebih umum setelah Taliban menguasai Afghanistan pada 15 Agustus.
Berita tentang keluarga yang memperdagangkan anak perempuan mereka di bawah umur untuk keuntungan materi datang pada saat yang sensitif bagi pemerintah Taliban yang berusaha untuk mendapatkan pengakuan internasional.
Ada skeptisisme global yang meluas terhadap kemampuan kelompok itu untuk memastikan negara itu tidak menjadi surga bagi teroris dan Taliban untuk melindungi hak-hak perempuan.
Sejak menguasai Afghanistan, Taliban melancarkan kampenye pesona untuk merehabilitasi citra garis keras mereka dari era 1996-2001 ketika mereka melakukan eksekusi di depan umum, pria yang tidak sholat di masjid yang dicambuk, gerakan perempuan setiap hari dibatasi dan interpretasi yang ekstrim hukum Islam, Syariah, ditegakkan.
Namun, tampaknya Taliban tidak banyak mengubah nilai inti mereka. Alih-alih membentuk pemerintahan yang inklusif, kabinet kelompok hanya terdiri dari anggota kelompok senior.
Kelompok itu juga membubarkan Kementerian Urusan Perempuan dan membawa kembali Kementerian Dakwah dan Pencegahan Kejahatan. Mereka juga membubarkan banyak protes perempuan dengan kekerasan dan menunda kembalinya siswa perempuan ke sekolah ketika siswa laki-laki sudah memulai kelas.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...