Warga AS Bertempur Bersama Pemberontak di Suriah
NORTH CAROLINA, SATUHARAPAN.COM - Para pejabat federal Amerika Serikat mengatakan bahwa sejumlah warga negaranya bergabung dengan kelompok pemberontak dalam perang sipil berdarah di Suriah.
Hal itu dikhawatirkan meningkatkan kemungkinan mereka menjadi radikal yang dipengaruhi kelompok militan yang terkait Al-Qaeda, sekembali ke AS setelah pertempuran dan meningkatkan risiko keamanan AS.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki perkiraan berapa banyak orang Amerika yang telah mengangkatl senjata ikut melawan militer yang setia kepada Presiden Suriah, Bashar Al-Assad. Perang yang berlangsung lebih dari dua tahun itu diperkirakan sedikitnya menwaskan100.000 orang.
Sementara itu, perkiraan yang dilakukan oleh lembaga konsultan pertahanan Inggris, IHS Jane, dan dari para ahli di sebuah lembaga think-thank nirlaba di London, Inggris, memperkirakan jumlahnya beberapa puluh orang.
Sebelumnya, kelompok IHS Jane mengatakan bahwa kelompok pemberontak yang terkait Al-Qaeda -berjumlah sekitar 15.000 personel. Sedangkan jumlah pasukan anti Al-Assad sekitar 100.000 atau lebih.
Sebelumnya, satuharapan.com memberitakan bahwa sejumlah warga negara Turki, Inggris dan Swedia juga ada yang pergi ke Suriah dan bergabung dengan kelompok pemberontak. Beberapa di antara mereka diberitakan tewas.
Sementara dari Libanon, khususnya dari kelompok Hizbullah memasuki Suriah untuk membantu militer yang setia pada Al-Assad.
Ditangkap di AS
Tahun ini, setidaknya ada tiga orang Amerika telah didakwa merencanakan bertempur bersama Jabhat Al-Nusrah, sebuah organisasi Islam radikal oleh AS dan PBB dimasukan dalam daftar kelompok teroris asing.
Kasus terbaru melibatkan seorang pria asal North Carolina kelahiran Pakistan yang ditangkap dalam perjalanan ke Lebanon.
Pada komite keamanan dalam negeri di sidang Senat bulan ini, Senator Thomas, mengatakan, "Kita tahu bahwa warga Amerika serta Kanada dan Eropa telah mengangkat senjata di Suriah, Yaman dan di Somalia. Hal itu menjadi ancaman bahwa orang-orang dapat kembali ke rumah untuk melakukan serangan nyata dan mengganggu."
Sidang itu dua pekan setelah FBI dan petugas lainnya menangkap Basit Sheikh (29 tahun) di bandar udara Internasional, Raleigh – Durham. Dia dituduh sedang dalam perjalanan untuk bergabung dengan Jabhat Al-Nusrah.
Kasus Basit Sheikh
Sheikh, seorang warga AS, hidup tenang dan tanpa catatan kriminal di pinggiran kota Raleigh selama lima tahun sebelum ditangkap pada 2 November. Penangkapan serupa terjadi pada April di Chicago. Pada bulan September, pihak berwenang di Virginia merilis seorang veteran Angkatan Darat dituduh berjuang bersama kelompok itu setelah permohonan kesepakatan rahasia terungkap.
Pada bulan Agustus, Direktur FBI, Robert Mueller, mengatakan kepada ABC News bahwa dia prihatin tentang warga AS yang berperang di Suriah. Khususnya terkait kemampuan mereka dan kaitannya dengan organisasi di sana untuk melakukan serangan di Tanah Air.
Direktur FBI, James Comey, mengatakan bahwa dia khawatir bahwa Suriah menjadi pengulangan dari kasus Afghanistan pada 1980-an, setelah invasi Soviet, dengan pejuang asing tertarik untuk melatih di sana.
FBI menolak untuk mengatakan apakah akan meningkatkan upaya untuk menghentikan gerakan orang Amerika menuju Suriah. Dalam kasus Sheikh, rumahnya North Carolina tidak dianggap sebagai tempat berkembangnya kegiatan teroris.
Kegiatan Ilegal
Aaron Zelin, yang bekerja untuk Pusat Internasional untuk Studi Radikalisasi yang berbasis di London, dan Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat, mencatat bahwa Sheikh hidup sekitar tiga jam perjalanan dari kota kelahiran Samir Khan, editor majalah berbahasa Inggris Al-Qaeda yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak di Yaman.
Sheikh dituduh dengan perencanaan untuk membantu kelompok yang oleh Departemen Luar Negeri AS telah menyatakan sebagai organisasi teroris. Hal itu tidak ilegal untuk AS, termasuk kegiatan warga negara yang berperang di militer negara lain.
Karena kewarganegaraan AS bisa hilang secara sukarela, bertugas di angkatan bersenjata asing yang bermusuhan dengan AS Selama lima bulan dalam setahun, Sheikh tidak tahu dia sedang dipantau saat ia memposting pesan dan video di Facebook yang menyatakan dukungan bagi militan jihad melawan pasukan Al-Assad. Maka pada 2 November keluarsurat perintah untuk menangkap Sheikh.
Komentar di Facebook
Pada bulan Agustus, Sheikh memposting komentar pada akun Facebook kepada seorang karyawan FBI menyamar, dan mempromosikan ekstrimisme Islam. Sheikh mengatakan, dia berencana untuk perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan "brigade dalam logistik, pengelolaan obat-obatan."
Beberapa hari kemudian, Sheikh mengatakan dia membeli tiket sekali jalan untuk melakukan perjalanan ke Turki dengan harapan membuat kontak dengan orang-orang yang akan membawanya ke Suriah.
Sheikh mengatakan bahwa dia mundur karena "tidak bisa mengumpulkan kekuatan untuk meninggalkan orangtuanya."
Sheikh mengatakan bahwa dia telah melakukan perjalanan ke Turki tahun lalu berharap untuk bergabung melawan pemerintah di Suriah, namun putus asa oleh pengalamannya dengan orang-orang yang mengaku bagian Tentara Pembebasan Suriah.
Setelah Sheikh menyatakan dukungan melalui online untuk Jabhat Al-Nusrah dan bersiap untuk perjalanan ke zona perang. Sheikh membuat kontrak dengan karyawan FBI yang menyamar dan menggambarkan Jabhat Al-Nusrah sebagai kelompok pejuang anti Al-Assad yang paling disiplin. "Aku tidak takut," Sheikh dalam tulisannya. "Aku siap."
Seorang hakim federal memutuskan bahwa Sheikh harus ditahan sampai sidang karena ada bukti yang jelas. Dia juga tidak akan dibebaskan, karena tanggung jawab adanya risiko serius bagi masyarakat jika dia dibebaskan. Dakwaan terhadap Basit Sheikh dijadwalkan akan disidangkan pada bulan Januari. Dia bisa menghadapi tuntutan hingga 15 tahun penjara dan denda US$ 250.000, jika terbukti bersalah. (ria.ru)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...