Warga Irak Takut Krisis Pangan Akibat ISIS
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Hampir dua bulan setelah kelompok Milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS/Islamic State of Iraq and Syria) merebut kota kedua terbesar Irak, Mosul dan tampaknya ketegangan di kota tersebut telah mereda. Tapi, di sepanjang rute perdagangan yang menghubungkan Turki ke Baghdad sekarang telah dikendalikan penuh oleh ISIS, sebuah ancaman baru telah muncul yaitu menghentikan pasokan makanan.
Ribuan warga Baghdad telah mulai menimbun persediaan makanan supaya terhindar dari krisis pangan yang mungkin saja terjadi. “Seluruh isi toko saya pasokannya telah habis pada hari-hari pertama setelah ISIS mengambil alih Mosul,” kata Amir Sameer (32) yang bertanggung jawab untuk mengisi rak-rak di al-Warda, sebuah supermarket di Karada, lingkungan kelas utama kota Baghdad.
“Orang-orang percaya bahwa kelompok ISIS akan mengambil alih kota tersebut. Semua orang ingin membeli makanan kering terlebih dahulu,” kata Sameer kepada Aljazeera, Minggu (3/8).
Beberapa ruas jalan berada di bawah kendali ISIS seperti tepi sungai Tigris dan jalan yang memasuki Irak di kota Dahuk. Hanya beberapa kilometer ke selatan terletak kota yang saat ini telah tertawan oleh ISIS yaitu Mosul. Setelah melintasi Mosul, jalan terus melewati kota-kota Baiji dan Samara sebelum akhirnya mencapai kota Baghdad.
Pertempuran sengit terus berlanjut di Mosul dan di Samara banyak barang impor tidak dapat sampai ke Ibu Kota. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melaporkan bahwa Baghdad tergantung kepada makanan impor hampir 80 persen dan sebagian besar berasal dari Turki.
“Harga pangan telah meningkat setidaknya 30 persen dan harga gas naik lima puluh kali lebih tinggi,” kata Hilal Mohammed, wakil kepala misi FAO, mengatakan kepada Aljazeera.
“Yang terakhir memiliki konsekuensi yang sulit. Orang tidak lagi mampu memanen lahan dan transportasi barang mereka sangat tertekan. Kami juga harus menghentikan program distribusi makanan yang telah berjalan selama empat kali ganti gubernur. Hal ini membahayakan bagi kami untuk bekerja dan hampir mustahil bekerja karena kurangnya gas,” kata Mohammed.
Dia memperkirakan bahwa sekitar 10 juta warga Irak mungkin akan terkena dampaknya. “Pada hari-hari berikutnya kita akan menyaksikan lebih banyak kekurangan dan kami akan mendapatkan ide yang lebih baik untuk mengatasi ancaman ini semua,” tambahnya.
Rute yang menghubungkan Turki dengan Irak memberikan pendapatan negara sebesar USD 9 miliar (Rp 105 triliun) per tahun, menurut analisis ekonomi dan wakil ketua Asosiasi Ekonom Irak, Basem J. Anton. “Turki telah melihat tingkat ekspornya telah berkurang setidaknya 30 persen,” kata Anton kepada Aljazeerra.
Kontrol kelompok ISIS atas jalur tersebut telah menyebabkan peningkatan biaya produksi di Irak. Hal ini tetap terjadi walaupun Departemen Dalam Negeri sudah membentuk gugus tugas untuk memantau harga.
“Pemerintah mengendalikan harga dengan ketat. Vendor tidak seharusnya menjual barang dengan harga lebih tinggi. Jika mereka melakukannya, mereka akan didenda berat untuk itu,” kata Baqar Jafar Jawad, direktur Baghdad Chamber of Commerce mengatakan kepada Aljazeera.
Namun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah mengorbankan para pengecer di kota tersebut. “Kami menjual dengan harga yang sama, tapi kami membeli 125 persen dari harga biasa,” kata Hassan Mohammed, yang memiliki toko kecil di jalan perbelanjaan utama Baghdad.
Raknya penuh dengan barang-barang yang diimpor dari Turki, tapi persediaannya hampir habis. “Saya dulu membeli barang ini seharga 2000 dinar Irak atau sekitar Rp 23.471,” kata dia sambil memberikan sekaleng tomat Turki di meja di depannya. “Hari ini saya membayar setidaknya 2400 dinar Irak (sekitar Rp 29.339) untuk barang itu.”
Dia mengatakan kepada Aljazeera bahwa penghasilannya selama beberapa minggu terakhir telah turun setidaknya 10 persen. “Dan sepertinya hal ini tidak akan berjalan dengan baik,” kata dia sambil menunjuk ayam beku dan daging sapi. “Sebelumnya, saya bahkan membeli daging di Turki, tapi untuk saat ini sangat tidak memungkinkan. Orang Irak lebih memilih produk Turki karena lebih murah dan berkualitas baik.”
Sementara itu, supir truk asal Turki semakin khawatir ketika bepergian melalui Irak. Aydin Camci telah bepergian untuk berdagang ke Turki-Irak selama dua tahun. “Perusahaan kami masih ekspor ke Irak tetapi hanya di utara,” kata Camci.
Dia mengatakan bahwa sekarang takut untuk masuk ke Baghdad: “Karena perdana menteri Nouri al-Maliki menuduh Turki bekerja sama dan mendukung para pejuang ISIS di utara, kini orang-orang Turki lebih berhati-hati.”
Kelompok ISIS melepaskan 32 pengemudi truk asal Turki yang telah disandera selama lebih dari tiga minggu pada awal Juli lalu. Tapi ini belum meredakan ketakutan. “Di selatan, orang-orang berbalik melawan kita. Di utara, ISIS-lah yang mengancam kita,” kata Camci.
Seorang juru bicara untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kepada Aljazeera bahwa krisis ini bisa berdampak pada seluruh negara. “Ada jalan alternatif untuk mencapai Baghdad misalnya melalui Yordania – tapi melalui jalur ini tidak dapat menyediakan seluruh kebutuhan untuk orang Irak,” kata Hussain al-Biytar.
“Beberapa hari lalu, salah satu pengemudi kami dibajak,” kata dia. “Mereka tidak melukai supir, tapi mereka mengambil mobil PBB yang berisi surat-surat dari PBB dan persediaan obat-obatan.” (aljazeera.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...