Warga Tionghoa Bali Rayakan Imlek “Shio Monyet Api”
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Ribuan warga keturunan Tionghoa di Pulau Dewata, melakukan sembahyang sejak Minggu (7/2) malam, dengan mendatangi klenteng untuk memohon keselamatan dan kesejahteran di tahun baru pada "sio monyet api".
"Warga keturunan Tionghoa sejak tengah malam sudah ramai datang ke klenteng ini. Karena mulainya tahun baru Imlek adalah sejak pukul 24.00 waktu setempat," kata Ketua Pengurus Klenteng Caow Enk Bio, Made Juanda Aditya di Tanjung Benoa, Bali, Senin (8/2).
Ia mengatakan, suasana sedikit berbeda dengan hari biasa, di klenteng tersebut, karena warga ingin melakukan persembahyangan untuk memohon keselamatan dalam merayakan tahun baru Imlek 2567.
"Warga sejak malam sudah melakukan persembahyangan ke kelenteng atau vihara, dengan membawa dupa dan perlengkapan lainnya. Perayaan tahun baru Imlek tersebut adalah dirayakan semua umat di dunia dari keturunan Tionghoa. Jadi dalam perayaan ini tidak ada batas dalam kepercayaan (agama)," katanya.
Juanda lebih lanjut mengatakan, acara perayaan tahun baru Imlek adalah sebuah perjalanan kebudayaan dari negeri Tiongkok yang menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Pulau Bali.
Ia berharap ke depan, semua umat pada sio monyet api ini tetap memberi semangat dan menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan bangsa. Sehingga menjadi bangsa yang besar dalam bingkai pluralisme atau keberagaman antarsuku bangsa.
Ketua Penasehat Klenteng Caow Eng Bio, Anak Agung Gede Ngurah Widiada mengatakan, keberadaan klenteng atau vihara ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Badung.
"Menurut penuturan leluhur kami, lahan klenteng/viara ini diberikan oleh keluarga Raja Pemecutan Badung, sehingga secara historis sampai saat ini kekerabatan dari generasi penerus klenteng tersebut tetap terjalin dengan keluarga Kerajaan Puri Pemecutan dan masyarakat sekitarnya," katanya.
Keberadaan klenteng tersebut sejak tahun 1548. Dikisahkan keberadaan viara tersebut dari perjalanan para saudagar Hainan menuju negeri Nusantara zaman dulu. Mereka menumpang kapal laut. Saat melintasi Selat Malaka, kapal mereka sempat dicegat perompak. Banyak saudagar yang mati terbunuh. Sebagian dari penumpang kapal yang selamat melanjutkan perjalanan ke Nusantara.
Dalam perjalanan di tengah samudra, kapal mereka diterjang badai hebat. Seisi kapal panik. Tetapi, di tengah itu mendadak terdengar suara seseorang yang meminta mereka tidak panik. Mereka diminta bersikap tenang di tengah badai menerjang kapal. Suara ini diyakini datang dari penguasa laut, yakni Dewa Baruna.
Dikisahkan pelayaran kapal mereka terdampar di pesisir laut utara wilayah yang sekarang dikenal sebagai Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. Di tempat inilah mereka membuat janjinya kepada Dewa Baruna. Sebuah stana dibangun di tempat yang kini dikenal sebagai Kongco Caow Eng Bio. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...