Warga Tionghoa Lakukan Ziarah Ceng Beng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ratusan warga keturunan Tionghoa silih berganti mendatangi kuburan Tanah Cepek di Tangerang, Banten, untuk melakukan ziarah kubur Ceng Beng atau Ching Bing untuk mendoakan serta memberikan sesajen bagi arwah leluhur.
"Menjelang Ceng Beng tahun ini sejumlah peziarah yang datang ke sini terus meningkat terutama pada hari libur. Puncaknya kemungkinan pada pekan depan," kata seorang penjaga makam, Ismail, di Tangerang, Banten, Selasa (28/3).
Warga keturunan Tionghoa yang ziarah kubur terus berdatangan dari pagi, siang sampai sore hari sehingga lalu lintas menuju dan dari kuburan itu macet mengingat fasilitas parkir yang sangat terbatas.
Namun, kondisi macet tersebut memberi berkah tersendiri bagi masyarakat setempat yang menjual berbagai kebutuhan ziarah, serta bagi para penjaga dan pengurus kuburan.
Ismail mengakui, saat Ceng Beng memang merupakan saat para penjaga dan pengurus kuburan berharap dapat panen rezeki, karena pada saat itu peziarah datang sangat banyak.
Biasanya, katanya, warga yang usai ziarah membagikan uang kepada pengurus kuburan bahkan kepada anak-anak kecil karena peziarah percaya jika banyak memberikan uang maka rezeki akan berlimpah.
"Kalau Ceng Beng datang, banyak orang sekitar kuburan yang semula tak pernah kelihatan, saat ini pada berdatangan dengan harapan dapat rezeki," kata Ismail.
Saat tiba di kuburan, warga Tionghoa mempersiapkan sejumlah sesajen, seperti hio dan lilin merah untuk dibakar, kemudian membakar kertas yang merupakan simbol sebagai uang, menyiapkan jajanan, buah-buahan, kue, permen, kacang, sayuran, serta air mineral.
"Makanan dan minuman yang disajikan biasanya yang disenangi oleh leluhur saat masih hidup," kata Gho Kho Ni, seorang warga keturunan Tionghoa yang ziarah kubur ke makam suaminya.
Sekalipun Ceng Beng jatuh pada tahun ini jatuh pada tanggal 4 April,sejak 10 hari sebelum tanggal itu, sesuai kepercayaan warga Tionghoa, sudah boleh ziarah kubur.
Menurut Tradisi Tionghoa, setiap 4 April atau 5 April adalah hari Ceng Beng yang dalam bahasa Mandarin berarti terang dan cerah.
Pada saat itu warga Tionghoa beramai-ramai pergi ke pemakaman orang tua, keluarga serta leluhur untuk melakukan upacara penghormatan.
Upacara penghormatan dilakukan melalui berbagai jenis, misalnya saja dengan membersihkan kuburan, menebarkan sampai membakar kertas yang sering dikenal "gincua" atau kertas perak.
Warga Tionghoa percaya Ceng Beng merupakan hari baik karena cuaca cerah dan bagus serta arwah turun ke bumi. Mereka juga percaya saat membakar hio dan memberikan sesajen, arwah akan datang dan menikmati sesajen yang dihidangkan. (Ant)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...