Wartawan Senior Aristides Katoppo Tutup Usia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kabar duka bagi insan pers di Tanah Air. Aristides Katoppo, wartawan senior, meninggal dunia, di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2019), pukul 12.15.
Pada Sabtu (28/9) malam, seperti dikabarkan Josi Katoppo, adiknya yang juga berprofesi sebagai wartawan, ia dilarikan ke rumah sakit. “Ada luka di kakinya yang membuat dia kesakitan sekali dan sulit bernapas. Dia dilarikan ke RS Abdi Waluyo dan masuk ICU,” katanya.
Jura Katoppo, putra sulung Aristides Katoppo, mengatakan ayahnya pergi tanpa menderita berlama-lama, sesuai kehendaknya.
Josi Katoppo menambahkan, Tides, panggilan akrab Aristides Katoppo, belum lama kembali dari Gunung Semeru, di Jawa Timur. Tides, memang gemar mendaki gunung sejak muda, dan tercatat sebagai anggota Mapala UI, bersama alm Soe Hok Gie, alm Rudy Badil, Herman Lantang, dan Don Hasman.
“Kali ini ia tidak mendaki, hanya sampai di desa tertinggi yang dapat dicapai mobil, bersama Herman Lantang dan Don Hasman. Dia kelihatan senang sekali,” Josi menambahkan, sambil mengunggah foto yang terima dari Tides melalui media sosial.
Kepergian Tides mengagetkan banyak kalangan, terutama jurnalis junior yang pernah dibimbingnya. Nessy Luntungan, Ngesti Sugarda, dan Atmadji Soemarkidjo mengatakan terakhir kali bertemu Tides dua minggu lalu, dalam acara makan siang bersama. “Terlihat segar. Kami bahkan janjian lagi mau bertemu 16 Oktober mendatang,” kata Nessy, yang juga juniornya di Mapala UI.
Aristides, yang dilahirkan di Tomohon, Sulawesi Utara, pada 14 Maret 1938, dikenang sebagai jurnalis, guru bagi para jurnalis muda, penerbit, tokoh lingkungan, dan ikon kebebasan berekspresi. Ia adalah putra Elvianus Katoppo, tokoh Alkitab Indonesia, yang turut mendirikan Universitas Kristen Indonesia dan Lembaga Alkitab Indonesia.
Ia berkarya sebagai wartawan di lingkungan harian sore terkemuka Sinar Harapan, pada dekade 60 awal, dan kemudian memimpin penerbit buku Pustaka Sinar Harapan, hingga surat kabar Sinar Harapan dibreidel pemerintah pada 1986. Pada 1990-an, ia tercatat sebagai salah satu pendiri Forum Demokrasi dengan Abdurrahman Wahid, yang kemudian menjadi presiden Indonesia 1999 - 2001.
Setelah Soeharto lengser dari kekuasaan, ia menghidupkan kembali Sinar Harapan.
Mengutip biodatanya di The Samdhana Institute, pada tahun 2001, ia tercatat menjadi dosen tamu di School of Advanced International Studies, Johns Hopkins University, dan School of Media and Public Affairs, George Washington University.
Aristides Katoppo adalah pengamat yang tajam tentang panggung politik Indonesia dan komentator terkemuka tentang isu-isu sosial dan politik Indonesia.
Wartawan dari Masa ke Masa
Dalam percakapan dengan Deutsche Welle, yang dilansir pada 13 Feruari 2019, ia mengisahkan mulai berkarya sebagai wartawan pada tahun 1957, pada masa yang sangat bebas. “Ketika itu Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer, di mana pers sangat bebas mengkritik kebijakan penguasa, termasuk militer,” katanya.
Ia kemudian merasakan masa-masa menjadi wartawan di era demokrasi terpimpin yang diperkenalkan Soekarno, lalu di era Orde Baru di masa kepemimpinan Soeharto, di era Reformasi, hingga era teknologi saat ini.
Menghadapi berkembangnya media elektronik dan menurunnya media cetak, dalam percakapan itu ia menegaskan yang lebih berbahaya bukanlah “the death of the newspaper”, melainkan “the death of journalism”. Jurnalisme, menurut Tides, memiliki prinsip-prinsip yang disepakati bersama di kalangan pers, seperti menyatakan fakta, berimbang, check and recheck, serta nilai-nilai di baliknya. “Misalnya tidak boleh berbohong, tidak boleh menurunkan berita yang tidak jelas sumbernya, atau tidak diverifikasi atau dikonfirmasi,” kata tokoh yang masih menyebut dirinya sebagai seorang “praktisi pers” ini.
Jurnalistik yang baik, menurut Tides, perlu nalar, naluri, dan nurani. Tetapi, itu saja tidak cukup. “Jurnalis juga harus punya nyali untuk mengungkapkan kebenaran,” katanya.
Jenazah Atriestides Katoppo menurut keluarga disemayamkan di Rumah Duka RSPAD Gatot Soebroto petang hari ini, dan akan dikremasi pada hari Selasa, 1 Oktober 2019.
Editor : Sotyati
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...