Wasabi, Bumbu Menyengat Berpotensi Antibakteri
SATUHARAPAN.COM – Sashimi adalah salah satu hidangan khas Jepang yang mendunia, dan menjadi makanan yang banyak digemari anak muda. Selain menyehatkan, menu yang didominasi daging dan ikan laut mentah ini, juga dikemas dalam teknik yang spesifik sehingga menggugah selera.
Hidangan dari Jepang tersebut biasanya disajikan dengan wasabi, shoyu atau kecap asin khas Jepang, jahe, dan irisan lobak. Wasabi digunakan sebagai penyedap masakan Jepang. Wasabi biasanya berbentuk seperti parutan atau pasta berwarna hijau.
Daun, tangkai, dan rizoma wasabi memiliki aroma harum, sekaligus rasa tajam menyengat hingga ke hidung, tetapi bukan pedas di lidah seperti cabai. Wasabi ini ternyata mampu membantu membunuh bakteri terutama saat makan sushi mentah atau sashimi.
Bahkan beberapa penelitian telah membuktikannya, seperti yang dilakukan oleh tim peneliti dari Departemen Biologi Molekuler dan Seluler, Universitas Kennesaw State, Atlanta Amerika Serikat. Mereka meneliti aktivitas antibakteri wasabi terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, adalah dua dari patogen utama yang sering terlibat dalam wabah bawaan makanan. Kontrol patogen ini dalam makanan sangat penting untuk keamanan pangan.
Ini sangat menarik dalam penggunaan senyawa antimikroba alami yang ada di tanaman, yang dapat dimakan untuk mengendalikan patogen bawaan makanan, karena konsumen lebih memilih makanan “hijau” alami. Allyl isothiocyanate (AITC) adalah senyawa antimikroba yang secara alami ada dalam wasabi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan wasabi memiliki sifat antibakteri yang kuat dan memiliki potensi tinggi untuk secara efektif mengendalikan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dalam makanan. Hasil dari penelitian ini mungkin menarik minat industri makanan, karena mereka mengembangkan makanan baru dan aman. Hasil ini juga dapat merangsang lebih banyak penelitian untuk mengevaluasi efek antibakteri dari wasabi terhadap patogen bawaan makanan lainnya.
Pemerian Botani Tanaman Wasabi
Wasabi, dikutip dari usu.ac.id, tumbuh di tempat yang dingin dan teduh. Tanaman ini cukup intoleran terhadap sinar matahari langsung, sehingga umumnya ditanam di bawah kain teduh ataupun kanopi hutan. Tanaman ini juga menyukai tempat dengan kelembaban yang tinggi di musim panas.
Lama penanaman wasabi hingga mencapai kematangan biasanya berkisar 1,5 – 2 tahun, namun dapat juga mencapai 3 tahun.
Seluruh bagian tanaman wasabi menurut Wikipedia, memiliki aroma harum sekaligus rasa pedas menyengat bila dimakan. Rizoma berwarna hijau terang, berbentuk bulat panjang dan mengecil di bagian bawah.
Daun keluar langsung dari bagian rizoma, tangkai agak panjang dan tumbuh ke atas dengan daun yang melebar. Daun berbentuk seperti jantung, diameter sekitar 10 cm.
Di musim semi, dari rizoma keluar tangkai untuk bunga, letak daun bersilangan, dan ukuran daun lebih kecil dari daun yang keluar langsung dari rizoma. Bunga keluar di ujung tangkai, mekar di akhir bulan Februari-Maret, berwarna putih, daun mahkota 4 helai, dan mekar tidak secara berturut-turut.
Berdasarkan tempat penanaman, menurut Wikipedia, wasabi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, wasabi air (sawa wasabi) yang ditanam di anak sungai, dan wasabi ladang (hatake wasabi) yang ditanam di ladang.
Wasabi ladang bisa dipanen setelah berumur 18 bulan. Daun, tangkai, dan rizoma wasabi ladang dicampur dengan ampas beras hasil perasan sake. Hasilnya makanan olahan yang disebut wasabizuke untuk teman makan nasi, rasanya asin, manis, dan pedas menyengat.
Wasabi air, ditanam untuk diambil bagian rizoma yang dimakan mentah setelah diparut. Budidaya kecil-kecilan wasabi di saluran air dan anak sungai sering dijumpai di kawasan pegunungan di Jepang. Wasabi air perlu air yang bersih dan sejuk di tanah berpasir yang kaya hara. Dalam kondisi penanaman yang ideal, pupuk seperti pupuk kandang tidak diperlukan karena air menjadi kotor.
Wasabi air hasil budidaya memiliki rizoma yang lebih besar dibandingkan wasabi ladang atau wasabi liar. Rizoma mengeluarkan allyl isothiocyanate yang bersifat antimikroba, sehingga tanah di sekitarnya bebas mikroba.
Tanaman tidak bisa menjadi besar karena di tanah sekeliling tempat tumbuhnya tidak terdapat mikroba yang dapat menyuburkan tanah. Selain itu, wasabi perlu tumbuh di aliran air yang bersih dan bening supaya allyl isothiocyanate ikut terbawa bersama air, dan tanaman tidak ikut teracuni. Rizoma wasabi air bisa menjadi besar bila semua kondisi terpenuhi.
Panen wasabi tidak mengenal musim dan bisa dipanen kapan saja. Tanaman siap panen setelah 3-4 tahun, dan akar yang dapat dipanen sedikit, sehingga wasabi terutama wasabi segar berharga mahal. Hanya ada sedikit tempat yang cocok dijadikan sentra produksi di Jepang.
Di Jepang tanaman ini umumnya dibudidayakan di Semenanjung Izu di Prefektur Shizuoka, Prefektur Nagano dan Prefektur Iwate. Beberapa perusahaan dan pertanian lahan kecil juga menghasilkan wasabi di Amerika Utara. Penanaman wasabi yang sulit menyebabkan harganya yang mahal dan kelangkaannya di pasaran.
Untuk mengonsumsi wasabi, dikutip dari usu.ac.id, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama potong bagian atas wasabi untuk memisahkan batangnya yang akan diparut dengan tangkai daun, lalu bersihkan batang dari tonjolan-tonjolannya dengan cara diiris. Langkah selanjutnya adalah cuci batang dengan menggunakan sikat.
Setelah dicuci, wasabi dapat diparut menggunakan pemarut yang disebut oroshigane yang secara tradisional dibuat dari sisik hiu ataupun dari logam. Untuk mendapatkan hasil yang lebih segar, parut bagian atas wasabi, lakukan dengan lembut dalam gerakan sirkular, dan tempatkan hasil parutan pada wadah tertutup.
Rasa dan kepedasan wasabi parut mencapai puncaknya dalam waktu tiga menit dan terasa paling nikmat 30 menit setelah diparut. Selain dikonsumsi segar dari batangnya, wasabi juga diproduksi dalam bentuk yang telah diproses. Wasabi yang telah diproses ini umumnya dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu bubuk, pasta, dan parutan wasabi.
Wasabi, menurut Wikipedia memiliki nama ilmiah Wasabia japonica, dengan sinonim Eutrema japonica. Dalam bahasa Inggris, tanaman ini disebut Japanese horseradish. Tanaman ini adalah tanaman asli adalah Jepang dari suku kubis-kubisan (Brassicaceae).
Sejarah
Budidaya wasabi menurut Wikipedia, dimulai sekitar tahun 1596-1615 di hulu Sungai Abe, Utogi, Prefektur Shizuoka. Pada waktu itu, penduduk Desa Utogi mencabut wasabi yang tumbuh liar dan memindahkannya ke lahan di sekitar mata air yang terletak di Idogashira.
Budidaya wasabi di Idogashira menjadi usaha budidaya wasabi yang pertama di Jepang. Hasilnya dipersembahkan kepada Tokugawa Ieyasu yang tinggal di Istana Sumpu. Menurut cerita, Ieyasu sangat menyukai rasa wasabi hadiah penduduk desa, dan begitu gembira dengan bentuk daun wasabi yang mirip lambang keluarga klan Tokugawa.
Penggunaan wasabi, selain wasabi segar, di pasaran tersedia bubuk wasabi dalam kemasan kaleng, dan wasabi kemasan tube. Di Jepang, daun dan bunga wasabi digoreng sebagai tempura. Wasabi juga digunakan sebagai perasa untuk berbagai produk makanan ringan hingga es krim.
Rizoma wasabi diparut dengan alat parut dari logam (oroshigane). Walaupun demikian, sebagian kecil orang berpendapat aroma wasabi tidak hilang dan terasa lebih enak bila diparut dengan alat parut tradisional dari kulit ikan hiu.
Wasabi hanya diparut seperlunya saja sebelum dimakan, karena aroma wasabi hilang di udara terbuka. Rasa pedas hingga keluar air mata, merupakan kenikmatan tersendiri bagi penikmat wasabi. Anak-anak yang belum terbiasa, biasanya memakan sushi yang tidak diberi wasabi (bahasa Jepang: sabinuki).
Manfaat Herbal Tanaman Wasabi
Dikutip dari draxe.com, wasabi memiliki rasa yang sangat kuat dan merangsang yang disertai dengan sensasi terbakar. Rasa yang tajam dari wasabi berasal dari allyl isothiocyanate, senyawa bersifat antimikroba yang menghambat pertumbuhan bakteri. Tak mengherankan irisan ikan segar selalu dimakan bersama wasabi.
Wasabi, yang dinikmati dengan sushi dan sashimi, dikutip dari sciencedirect.com, memiliki rasa yang sangat kuat dan merangsang dengan sensasi terbakar. Panasnya lebih mirip dengan mustar panas daripada capsaicin dalam cabai, karena menghasilkan uap yang mengiritasi saluran hidung lebih dari lidah.
Allyl isothiocyanate (AITC) dan beberapa isothiocyanate lainnya dikenal sebagai seyawa yang menyengat, dan menjadi senyawa utama yang bermanfaat untuk memakan ikan mentah dengan wasabi karena memiliki efek sterilisasi.
Mengutip naturalfoodseries.com, wasabi adalah sayuran akar yang kaya allyl isothiocyanate, yang membentuk glucosinolates, yang pada dasarnya adalah senyawa berbasis sulfur. Senyawa ini sangat efektif dalam menyebabkan kematian sel pada sel kanker dan menghambat pertumbuhan seperti tumor.
Studi menunjukkan wasabi memberikan perlindungan yang kuat terhadap beberapa bakteri. Satu penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Sel Pangan Chiba University di Jepang, dikutip dari draxe.com, mencatat bahwa menggunakannya pada kentang membuat mereka lebih tahan terhadap penyakit.
Studi lain yang dipublikasikan dalam Journal of Applied Microbiology menunjukkan hal yang sama ketika diterapkan pada tomat. Karena kemampuannya untuk menghilangkan bakteri, wasabi adalah agen antimikroba alami, yang sering digunakan dengan ikan mentah.
Uap allyl isothiocyanate yang dihasilkannya, selain membantu mencegah perkembangan jamur dan bakteri, juga dapat membantu mencegah kerusakan gigi dengan menghancurkan bakteri yang menjadi penyebabnya.
Kandungan fitonutrien yang kuat, atau phytochemical, yang disebut isothiocyanates, mengandung sulfur dengan efek antikanker yang kuat. Efek antikanker terjadi karena menetralkan karsinogen, oleh karena itu, mengurangi dampak negatif dari racun.
Penelitian telah menunjukkan isothiocyanate dapat membantu mencegah kanker paru-paru dan kanker kerongkongan dan dapat membantu menurunkan risiko kanker lain, termasuk kanker saluran cerna.
Wasabi dapat membantu mengurangi nyeri disebabkan peradangan. Senyawa dalam wasabi memungkinkan membantu para ilmuwan mengembangkan pengobatan baru untuk rasa sakit. Para peneliti di University of California di San Francisco mempelajari isothiocyanates yang memicu reaksi dalam reseptor Transient Receptor Potential (TRP), yang bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak, di sel-sel saraf di lidah dan mulut kita.
Tikus yang dibiakkan ilmuwan yang tidak memiliki satu jenis reseptor TRP, didapati bahwa tikus tidak bereaksi terhadap senyawa yang mengandung isothiocyanate. Selain itu, bukti menunjukkan reseptor bertanggung jawab untuk peradangan, yang berarti isothiocyanates mungkin telah memblokir reseptor itu, yang pada gilirannya dapat menjadi obat penghilang rasa sakit.
Tim peneliti Sekolah Ilmu Pangan dan Gizi, Universitas Shizuoka, Jepang, meneliti sifat fungsional wasabi dan lobak. Wasabi (Wasabia japonica) dan lobak (Cholearia arnoracia) digunakan sebagai bumbu makanan sehari-hari. Wasabi mengandung senyawa allyl isothiocyanate, yang memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan bakteri, yang meracuni makanan dan jamur.
Hasil penelitian menunjukkan wasabi dan lobak yang mengandung allyl isothiocyanate merupakan makanan fungsional yang kuat untuk menjaga kesehatan manusia.
Penelitian Arifin M Siregar dari Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, meneliti efek antimikroba wasabi terhadap salmon mentah dalam sajian sashimi di restoran Jepang Kota Medan. Hasil penelitiannya menunjukkan wasabi memiliki efek antimikroba, karena wasabi memiliki rasa dan aroma pedas yang kuat, disebabkan zat kimia volatil yang disebut allyl isothiocyanate.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...