Waspadai Gejala Gangguan Mental pada Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater), Pangeran Erickson Arthur Siahaan mengimbau agar orang tua mewaspadai gejala gangguan mental pada anak, karena memiliki perbedaan gejala dibandingkan dengan orang dewasa.
“Depresi pada anak itu berbeda dengan depresi pada orang dewasa. Kalau orang dewasa kan biasanya sering terlihat murung, nangis. Kalau seorang anak maupun remaja itu yang ditampilkan bisa berbeda. Bisa saja mereka jadi lebih mudah marah, cepat tersinggung,” kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Senin (10/10).
Erickson mengatakan orang tua mungkin saja merasa bahwa anak tersebut sulit untuk diatur, padahal bisa saja mereka sudah mulai mengalami gejala-gejala depresi. Menurutnya, gejala depresi anak memang tidak khas seperti pada orang dewasa.
“Yang pasti apapun jenis gangguan mental, itu akan berpengaruh kepada kualitas hidup anak-anak kita. Misalnya, peringkatnya makin menurun, tidak bisa mengikuti pelajaran. Yang pasti fungsi akan menurun hari demi hari,” katanya.
Selain depresi, anak juga memiliki potensi untuk mengalami gangguan mental dalam kategori berat lainnya, seperti bipolar dan skizofrenia. Perbedaannya dengan usia dewasa, menurut Erickson, biasanya prognosis atau angka pemulihan gangguan jiwa berat akan lebih sulit ketika hal tersebut terjadi pada anak.
Erickson mengatakan kepribadian seseorang dikatakan matang biasanya pada saat usia 18 tahun. Gejala-gejala gangguan kepribadian juga dapat muncul pada usia di bawah 18 tahun meskipun usianya belum matang, misalnya gejala melukai diri sendiri ketika tidak diberikan apa yang dia inginkan atau merasa hidupnya hampa.
“Makin lama, ketika mereka tidak ditangani dengan baik sampai akhirnya usia 18 tahun, bisa terbentuk yang namanya gangguan kepribadian,” ujarnya.
Erickson mengatakan bahwa kesehatan mental terkait dengan pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Dengan demikian, yang bisa disadari orang tua secara kasat mata, yaitu bagaimana anak menunjukkan dan mengekspresikan emosi.
Menurutnya, orang tua perlu menyadari apakah perilaku anak sesuai dengan tingkatan perkembangan usianya atau tidak. Sebagai contoh, tantrum atau ledakan emosi biasanya terjadi pada usia-usia tertentu saja. Akan tetapi, pada anak dengan gejala gangguan mental, anak sulit untuk mengendalikan emosi hingga beberapa tahun. Hal tersebut, perlu diwaspadai orang tua.
Setelah menyadari kondisi tersebut, orang tua juga perlu mengoreksi diri sendiri, apakah karena terlalu mengekang anak, apakah karena tidak membiarkan anak berkembang sesuai dengan kemauan atau potensinya, atau apakah memang ada penyebab lain di luar pola asuh.
Apabila yang terjadi pada anak sudah berada di luar dari kendali orang tua, kata Erickson, pentingnya agar orang tua membawa anak ke profesional sesegera mungkin. Jika kondisi anak didiamkan hingga berlarut-larut, tata laksana serta pemulihan menjadi lebih sulit.
“Kadang-kadang orang tua merasa malu memeriksakan anak, takut dibilang apa. Akhirnya menunda-menunda, terlambat. Semakin lama kita memeriksakan anak, semakin sulit juga nanti pemulihannya. Jadi lebih cepat lebih baik,” tegasnya.
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...