Wayang Masuk Sekolah
SOLO, SATUHARAPAN.COM - Wayang sebagai warisan budaya dunia terancam dilupakan anak-anak. Mereka lebih mengenal tokoh superhero luar negeri dibandingkan wayang. “Wayang Masuk Sekolah” menjadi program yang digelar menjelang Hari Anak Nasional 23 Juli lalu.
"Wayang Masuk Sekolah" kembali digelar di salah satu SD Negeri di Solo, SD Sampangan 26 Solo, Rabu (18/7). Sekitar 315 siswa kelas satu hingga kelas enam, termasuk 55 siswa baru diajak mengenal pelbagai jenis wayang dan nama-nama tokohnya.
Kepala Sekolah SD Sampangan 26 Solo, Tri Joko, mengatakan "Wayang Masuk Sekolah" menjadi salah satu kegiatan utama siswa menjelang Hari Anak Nasional 23 Juli. Ia mengatakan prihatin dengan fenomena sekarang ini. Anak lebih mengenal superhero dari luar negeri daripada tokoh pewayangan.
Selama ini pelajaran wayang hanya ada di mata pelajaran muatan lokal daerah dengan durasi 2-3 jam per minggu. Program "Wayang Masuk Sekolah" di sekolah tertentu, termasuk di SD Sampangan 26 Solo dinilai Kepala Sekolah Tri Joko akan memberikan pengetahuan dan pengalaman pada anak bahwa Indonesia punya tokoh superhero dan budaya yang luhur yang ditemukan lewat wayang.
“Wayang Masuk Sekolah” ini fokus pada pengenalan tokoh-tokoh wayang dan berbagai macam jenis wayang. Antusiasme anak-anak sangat tinggi. Busana yang mereka pakai juga meriah, kita ingin wayang bukan sekedar menjadi tontonan tetapi juga tuntunan bagi anak-anak. Ada wayang kulit, wayang golek. Kemudian juga anak-anak memakai busana wayang orang, ada tokoh Nakula Sadewa, ada Werkudara, Gatotkaca, Srikandi, dan sebagainya. Kita bebaskan anak-anak memilih busana wayang sesuai kreasi, tetapi kita anjurkan anak-anak memakai busana wayang yang sudah dikenal," jelas Tri.
Pengelola sanggar seni wayang yang bekerjasama dengan SD tersebut, Margono, mengungkapkan mengenalkan wayang pada anak harus dikemas dalam acara yang menyenangkan. Menurut Margono, sanggarnya telah berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Bali, untuk mengenalkan budaya wayang. Sekolah-sekolah di Solo menjadi lokasi ke-26 baginya.
"Sasaran kita adalah anak-anak usia SD dan SMP. Jadi kegiatan kami di dua jenis sekolah itu, karena mereka sebagai pondasi generasi penerus budaya bangsa Indonesia. Kami punya trik bahwa anak-anak anak akan mengenang tentang wayang. Setelah pulang sekolah, akan teringat selalu pernah kirab budaya wayang dengan wayang kulit raksasa tokoh semar setinggi enam meter. Awalnya kita pengenalan budaya wayang Nusantara. Kita coba anak-anak untuk mewarnai gambar tokoh wayang, kita sediakan gambarnya di lembaran kertas. Itu untuk kelas satu hingga tiga SD, kemudian untuk kelas 4 hingga 6 SD, kita workshop membuat wayang kulit dari bahan kertas atau kardus. Wayang hasil karya anak-anak itu boleh dibawa pulang ke rumah masing-masng sebagai kenang-kenangan. Dari kegiatan ini, anak-anak bisa mengetahui dan membedakan tokoh wayang beserta karakternya. Ada karakter tokoh wayang yang baik. Sedangkan karakter yang buruk atau jahat jangan ditiru.Ini akan berimbas ke kehidupan sehari-hari anak. Misal tokoh Werkudara, Semar, dan lainnya. Ini secara pribadi akan tertanam," pungkas Margono. (voaindonesia.com)
Banjarmasin Gelar Festival Budaya Minangkabau
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memberikan dukungan p...