WCC dan Sejumlah Gereja Bahas Hibriditas Agama
OHIO, SATUHARAPAN.COM – Dewan Gereja-gereja Dunia membahas secara mendalam konsep multi-agama yang dikaitkan dengan pengalaman hidup tentang bagaimana gereja dapat menanggapi masalah itu dari perspektif pastoral dan teologis.
Hal itu menjadi fokus pembahasan konsultasi DGD (World Council of Churches /WCC) dan Gereja Kristus Inggris (UCC) pada pekan lalu di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. Topik dialog ini telah lama tertunda, meskipun merupakan kenyataan penting dalam sejumlah gereja di seluruh dunia.
Menganut atau terlibat dalam banyak agama (atau multiple-religious belonging) dipahami sebagai fenomena di mana orang mengidentifikasi diri atau berpartisipasi pada ritual dengan lebih dari satu tradisi agama atau mewujudkan hibriditas agama (religious hybridity) melalui situasi (lahir dari perkawinan campuran) atau pilihan.
Pendeta Karen Georgia Thompson, pejabat pada ekumenis dan antar agama UCC dan penyelenggara utama konferensi, mencatat perlunya kesadaran tentang tema tersebut. "Dunia global yang dinamis menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru dari perkawinan antar-agama, menerabas batas-batas keyakinan dan praktik agama dan budaya konvensional.
Selain itu, ada peningkatan jumlah orang yang dibesarkan di keluarga dengan multi-agama dan tetap nyaman di tinggal dalam tradisi orangtua dan kerabat," kata Thompson, seperti dikutip situs WCC.
Dia mengatakan bahwa "keramahan dan hibriditas memungkinkan individu untuk mencari spiritualitas dan nilai-nilai mereka sendiri di tengah persimpangan tradisi iman yang berbeda." Menurut Thompson, konteks seperti itu menimbulkan tantangan bagi gereja untuk mempertimbangkan.
"Ketika Anda memiliki orang dalam keluarga yang tinggal dengan lebih dari satu agama, apa tanggapan pastoral Anda dan bagaimana Anda melayani secara efektif kepada orang-orang itu?" kata dia menanyakan.
Dialog Antar Agama
Pdt Dr Rajkumar Peniel, Pelaksana Program WCC untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-agama, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir WCC telah membuka diskusi, namun untuk pertama kalinya membahas di antara gereja-gereja tentang tema multi-agama.
Dia mengatakan acara di Cleveland adalah tindak lanjut dari konsultasi WCC yang diselenggarakan sebagai kerja sama dengan Gurukul Lutheran Theological College dan Research Institute, Chennai, India, tahun lalu.
Dia mengakui bahwa "memiliki beberapa agama menumbuhkan pertanyaan sulit terkait ekumenis, mengenai identitas, teologi dan misi gereja".
"Saya berharap bahwa konsultasi di Cleveland akan lebih membantu gereja untuk mengeksplorasi tanggapan yang sesuai pada beberapa agama yang tergabung, sebagai tanggapan yang kredibel secara teologis, senditif dalam pastoral, dan akuntabel dalam hubungan antar-agama," kata Rajkumar.
"Membuka percakapan tentang tema ini tanpa provokatif adalah saat yang menentukan bagi dialog antar agama," tambahnya.
Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa "dialog tidak bisa sebagai urusan yang biasa, karena beberapa agama yang tergabung mendorong percakapan kami untuk melihat kembali gagasan tentang identitas, berpikir ulang tentang misi dan kembali mengartikulasikan pemuridan Kristen dalam konteks adanya bentuk-bentuk baru dari tantangan hibriditas agama pada gereja.”
Peserta yang hadir dalam konsultasi itu berasal dari Dewan Nasional Gereja-gereja Kristus di Amerika Serikat, Dewan Gereja Kanada, Gereja Kristus Bersatu, Andover Newton Theological School, Claremont School of Theology, United Church of Canada, Gereja Anglikan Kanada, Unitarian Universalis Association, Presbyterian Church Amerika Serikat, Massachusetts Council of Churches, Konsorsium Seminary untuk Pendidikan Pastoral Perkotaan, Gurukul Lutheran Theological College, Chennai, India dan Hanshin University.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...