Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 05:35 WIB | Minggu, 04 Oktober 2015

WCC: Kita Perlu Solusi Internasional untuk Para Pengungsi

Perwakilan dari organisasi ekumenis internasional utama mengunjungi Hungaria 25-29 September untuk membantu pengungsi di Eropa dan Timur Tengah.

HONGARIA, SATUHARAPAN.COM – Perwakilan dari Organisasi Ekumenis Internasional mengunjungi Hungaria pada 25-29 September untuk memperkuat upaya dukungan terhadap para pengungsi Timur Tengah yang ada di Eropa.

Ketua delegasi Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches/WCC), Sekretaris Umum Dr. Olav Fykse Tveit, mengatakan, “Ini lebih dari sekadar krisis pengungsi di Eropa. Kita membutuhkan solusi internasional untuk mengatasi krisis ini, kita membutuhkan hal tersebut sekarang!” Seperti dilansir, Selasa, (29/9).

Rombongan delegasi itu termasuk Dr Auder Quawas, anggota Komite Sentral dan Eksekutif WCC dan Komisi WCC untuk urusan Gereja dalam Hubungan Internasional, Doris Peschke, Sekum dari Komisi Gereja untuk Imigran di Eropa atau CCME, Alfredo Abad, Wakil Moderator dari CCME, Marianne Ejdersten, direktur dari Komunitas WCC dan Paul Jeffrey, jurnalis foto WCC dan Aliansi ACT.

Di Hungaria, para delegasi tersebut bertemu dengan Uskup Dr Tamas Fabiny dari Gereja Lutheran di Hungaria dan wakil presiden dari Federasi Dunia Lutheran (Lutheran World Federation/LWF); Dr Bence Rétvári, sekretaris parlementer Hungaria, Departemen Sumber Daya Manusia; Uskup Dr András Veres, Presiden dari Konferensi Uskup Katolik Hungaria; Uskup Dr István Szabó, presiden dari Sinode Gereja Perbaruan Hongaria; Prof. Dr György Nógrádi dari Universitas Corvinus Budapes; Dora Kanzali, Direktur Pelayanan Imigran Gereja Pembaruan di Hungaria; Dr Tamás Szűcs, kepala perwakilan dari Komisi Eropa di Hungaria; serta Pdt Harun Stevens, Pastor Gereja St Columba Skotlandia di Budapest; Dr Vilmos Fischl, Sekum Dewan Gereja Oikumene Budapest; dan Balàzs Odór, Pejabat Ekumenis Gereja Perbaruan di Hongaria.

Tveit membahas kebutuhan para pengungsi saat pertemuan dengan Sekretaris Rétvári. Sekretaris negara itu mengapresiasi kunjungan tersebut dan menekankan pentingnya mendengarkan pendapat dari pihak Hungaria.

“Mengambil tanggung jawab terhadap sesama yang membutuhkan itu harus dilakukan tanpa melihat perbedaan. Ada lebih dari 2.000 pengungsi setiap hari yang merupakan tantangan dan tidak mudah untuk dilakukan. Sangat krusial untuk melayani sesama dengan rasa kemanusiaan dan dengan segala rasa hormat. Hukum internasional harus dihormati, tidak ada alteratif lain,” ujar Tveit.

“Kita harus menghadirkan kolaborasi internasional dan melihat akar permasalahannya, khususnya di Timur Tengah. Ini bukan hanya masalah untuk negara Eropa. Kita harus mencari solusi untuk menyelesaikan perang di Suriah dan Irak. Kita harus melayani mereka dengan melihat mereka sebagai sesama kita dan mematuhi hukum inernasional,” kata Dr Quawas.

Tveit melanjutkan, “Kita bisa melihat kepedulian dari gereja. Berbanggalah bagi apa yang dilakukan orang-orang di Hongaria dan seluruh dunia. Mereka semua mau melayani dan memperhatikan. Untuk para politikus, situasi ini memang sulit untuk ditangani. Kami mengerti situasi kritis ini dan seluruh permasalahan yang harus dihadapi setiap harinya. Kita butuh pendekatan humanis yang lebih lagi. Apa yang terjadi di Hungaria adalah alarm bagi seluruh negara di Eropa dan seluruh dunia,”.

Sementara itu, Doris Pschke berpendapat, dasar untuk menyelesaikan masalah adalah dengan mengedepankan rasa kemanusiaan. Hungaria dan Uni Eropa, ujar dia, belum terlalu mempersiapkan diri mereka. “Kita harus mempersiapkan diri untuk 10 sampai 15 tahun ke depan dan membicarakan peranan gereja. Bagaimana kita dapat mengintegrasikan pengungsi dengan masyarakat Eropa? Bagaimana cara kita belajar dari orang lain?” ujarnya.

Tveit menambahkan, sebagai WCC, ia dan jajarannya merasa khawatir tentang situasi kemanusiaa saat ini. Mereka khawatir mengenai ketegangan antara umat beragama dan harus berhati-hati mengenai hal itu.

“Kami ingin mengajak gereja-gereja untuk bekerja sama dan bersolidaritas serta membangun jembatan keagamaan dengan agama lainnya. Kita banyak menghadapi tantangan kemanusiaan,” kata dia.

Tveit menambahkan setelah pertemuan, "Sebagai WCC kami khawatir tentang situasi humanitarian. Kami khawatir tentang ketegangan antara agama yang berbeda. Kita harus menyadari hubungan antara agama di berbagai daerah. Kami ingin mendorong gereja-gereja untuk bekerja sama dalam solidaritas, dan kita harus membangun jembatan untuk agama-agama lain. Kami menghadapi banyak tantangan sebagai manusia. Dapatkah kita menemukan cara untuk hidup bersama?"

Dalam diskusi mereka dengan para pemimpin gereja, delegasi menyatakan minat mereka dalam berbagi pengalaman dengan gereja-gereja lain di Eropa. Gereja setempat mengatakan mereka kadang-kadang merasa bahwa mereka dibiarkan saja, meskipun gerakan relawan khusus dan masih tumbuh di Hungaria. Orang-orang telah dimobilisasi melalui media sosial, sering mencari juru bahasa Arab atau persediaan makanan atau air atau pakaian. Ribuan relawan berkumpul di stasiun utama, Kelti, di Budapest. Rombongan juga mengunjungi Gereja Skotlandia St Columba di Budapest untuk bersaksi atas karya mereka di antara pengungsi lokal.

WCC berencana untuk memulai konsultasi khusus pada krisis pengungsi bekerja sama dengan EKD pada akhir Oktober di Munich, Jerman.

WCC dan anggota gereja berkomitmen mendukung pengungsi dan orang telantar merupakan bagian dari asal-usul dan panggilan. Ketika Dewan Gereja Dunia muncul pada tahun 1948, dampak kemanusiaan bencana Perang Dunia Kedua masih sangat nyata hadir. Masyarakat internasional masih berjuang untuk mengatasi dengan perpindahan penduduk besar-besaran yang disebabkan oleh konflik dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Gereja dan pelayanan khusus mereka adalah aktor kunci dalam respons kemanusiaan untuk penderitaan belum pernah terjadi sebelumnya, dan mereka terus berada di garis depan membantu pengungsi dan imigran, dari bantuan darurat ke dukungan jangka panjang. (oikoumene.org)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home