We Need You, My Stupid Boss
Kita butuh orang seperti itu.
SATUHARAPAN.COM – Menjengkelkan. Itulah kesan pertama ketika melihat bossman yang diperankan Reza Rahardian dalam film komedi My Stupid Boss. Adegan-adegan jenaka tak bisa mengabaikan sikapnya yang pelit—penuh perhitungan, pelupa, ngawur, tak menerima pendapat orang lain, dan selalu menganggap diri benar. Dia memotong gaji pegawainya karena terlambat dua menit dan karena pulang tepat jam 5 sore—berarti sebelum jam 5 sudah selesai bekerja. Anehnya lagi, dia memotong gaji pegawainya yang ketahuan menggunakan air untuk membersihkan ban mobil, yang sebenarnya mobil kantor. ”Amit-amit deh ketemu atasan seperti dia,” kata seorang penonton di samping saya.
Sayangnya, Diana yang diperankan Bunga Citra Lestari harus bertemu dengan bossman. Nasib sial menimpanya. Bossman mengira dia peminta sumbangan padahal peserta wawancara kerja. Dia dipekerjakan sebagai Kepala Administrasi atau disebut Kerani yang dicandai bossman dengan memisahkan suku kata KERA dan NI. Dia harus menerima telepon bossman dini hari untuk alasan yang tidak jelas. Dia harus menghadapi banyak kekacauan karena tidak ada aturan pasti di perusahaan itu. Yang pasti cuma satu: bossman.
Diana menyadari apa yang dialami semacam perang mental: yang kuat bertahan, yang lemah menjadi gila. Dia ingin menang. Dia mengganggu bossman yang sedang berlibur di Amerika. Dia menjebak bossman di hadapan mertuanya. Dia mengacaukan hidup bossman. Dia menang dalam perang mental ini.
Pada saat dia merasa menang, di situlah kekalahannya. Pada saat dia merasa berkuasa, di situlah dia ditaklukkan. Dia telah menjadi sama dengan bossman. Dia sama bodohnya dengan bossman. Dia sama gilanya dengan bossman. Dia sama menjengkelkannya dengan bossman.
Tak jarang, kita mengalami hal yang sama seperti Diana. Bertemu dengan teman kerja atau atasan yang menjengkelkan. Adalah bodoh jika kita ingin menaklukkannya. Kita tidak akan pernah menang, sebaliknya kita hanya akan menjadi sama seperti dia. Kebiasaan buruknya akan mengubah kebiasaan baik kita.
Sekalipun kelihatannya kita menang, sesungguhnya kita telah kalah. Kita kalah karena dia telah mengalihkan fokus hidup kita. Kita tidak lagi mengerahkan energi, waktu, dan pikiran terbaik kita untuk tujuan hidup kita melainkan untuk mengalahkan dia.
Dia tidak perlu dikalahkan. Kita butuh orang seperti itu. Kita perlu dia dalam hidup kita agar hidup kita berwarna dan penuh canda tawa. Lagi pula, pasti ada hal baik dalam dirinya yang mungkin kita belum tahu.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...