WHO Akan Membagikan Vaksin untuk Cacar Monyet
Namun banyak pakar mempertanyakan ketidakadilan vaksin, terutama untuk Afrika, benua asal cacar monyet.
JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sedang membuat mekanisme pembagian vaksin baru untuk menghentikan wabah cacar monyet (monkeypox) di lebih dari 30 negara di luar Afrika.
Langkah itu dapat membuat konsekuensi badan kesehatan PBB itu mendistribusikan dosis vaksin yang langka ke negara-negara kaya yang sebenarnya mampu membelinya.
Bagi beberapa pakar kesehatan, inisiatif tersebut berpotensi melewatkan kesempatan untuk mengendalikan virus cacar monyet di negara-negara Afrika tempat virus itu menginfeksi orang selama beberapa decade. Ini juga menjadi contoh lain dari ketidaksetaraan dalam distribusi vaksin yang terlihat selama pandemi virus corona.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan badan tersebut sedang mengembangkan inisiatif untuk "akses yang adil" ke vaksin dan perawatan yang diharapkan akan siap dalam beberapa pekan. Mekanisme itu diusulkan tak lama setelah Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, dan negara-negara lain melaporkan ratusan kasus cacar monyet bulan lalu.
Vaksin cacar, penyakit terkait, diperkirakan 85 persen efektif melawan cacar monyet. Direktur WHO Eropa, Hans Kluge, mengatakan pada hari Rabu (15/6) bahwa dia prihatin dengan perebutan beberapa negara kaya untuk membeli lebih banyak vaksin tanpa berbicara tentang membeli pasokan untuk Afrika.
Kluge mendesak pemerintah “untuk mengatasi cacar monyet tanpa mengulangi kesalahan pandemi.” Namun, dia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa negara-negara seperti Inggris, yang saat ini memiliki wabah terbesar di luar Afrika, mungkin menerima vaksin melalui mekanisme WHO.
Dia mengatakan program itu dibuat untuk semua negara dan sebagian besar vaksin akan dibagikan berdasarkan kebutuhan epidemiologis mereka. “Eropa tetap menjadi pusat wabah ini yang meningkat, dengan 25 negara melaporkan lebih dari 1.500 kasus, atau 85 persen dari total kasus global,” kata Kluge.
Mengapa Bukan Prioritas Afrika?
Beberapa pakar Afrika mempertanyakan mengapa badan kesehatan PBB tidak pernah mengusulkan penggunaan vaksin di Afrika tengah dan Barat, di mana penyakit itu endemik.
“Tempat untuk memulai vaksinasi apa pun harus di Afrika dan bukan di tempat lain,” kata Dr. Ahmed Ogwell, penjabat direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika.
Dia mengatakan kurangnya vaksin untuk melawan cacar monyet di benua itu, di mana lebih dari 1.500 kasus yang dicurigai dan 72 kematian telah dilaporkan tahun ini, merupakan masalah yang lebih kritis daripada kelompok penyakit ringan yang dilaporkan di negara-negara kaya.
“Ini adalah perpanjangan dari ketidakadilan yang kami lihat selama COVID-19,” kata Dr. Ifeanyi Nsofor, direktur kebijakan dan advokasi di Nigeria Health Watch. “Kami memiliki ratusan kasus cacar monyet di Nigeria dari 2017 hingga sekarang, dan kami hanya menanganinya sendiri,” katanya. “Tidak ada yang membahas kapan mungkin ada vaksin yang tersedia untuk Afrika.”
Setelah pandemi virus corona meledak pada tahun 2020, lembaga kesehatan global bergegas mendirikan COVAX, upaya yang didukung oleh PBB untuk mendistribusikan vaksin COVID-19. Tetapi negara-negara kaya membeli sebagian besar pasokan dunia, dan program COVAX kehilangan banyak target untuk berbagi dosis dengan orang miskin di dunia.
Hingga saat ini, hanya sekitar 17 persen orang di negara-negara miskin yang telah menerima satu dosis vaksin virus corona. Beberapa ahli khawatir hal yang sama bisa terjadi dengan monkeypox.
“Sama seperti COVID-19, tidak ada jalan yang jelas untuk bagaimana negara-negara miskin bisa mendapatkan vaksin,” kata Brook Baker, seorang profesor hukum Universitas Northeastern yang berspesialisasi dalam akses ke obat-obatan.
Dia memperingatkan bahwa ketika WHO mencoba untuk menentukan berapa banyak dosis vaksin yang tersedia, negara-negara kaya yang sebelumnya menjanjikan dosis mungkin tidak bekerja sama. “Negara-negara kaya akan melindungi diri mereka sendiri, sementara orang-orang di belahan bumi selatan mati,” prediksi Baker.
Mempertanyakan Janji AS
Pada hari Senin, kelompok advokasi Public Citizen mengirim surat ke Gedung Putih, menanyakan apakah pemerintahan Biden akan merilis 20 juta vaksin cacar yang dijanjikan AS pada tahun 2004 untuk digunakan WHO dalam keadaan darurat, seperti serangan biologis.
Ditanya tentang komitmen tersebut, seorang pejabat senior AS mengatakan pemerintah sedang "menjajagi semua opsi" untuk melanjutkan upaya mereka untuk menghentikan cacar monyet di AS dan secara global.
Pejabat itu mengatakan AS telah mengembalikan lebih dari 200.000 dosis vaksin cacar ke pabriknya sehingga vaksin itu akan tersedia untuk orang lain. Pejabat itu menolak untuk mengatakan apakah AS menganggap wabah cacar monyet saat ini sebagai keadaan darurat yang menjamin pelepasan 20 juta vaksin yang dijanjikan.
Francois Balloux, seorang ahli penyakit menular di University College London, mengatakan upaya vaksinasi di negara-negara kaya harus mendorong perbaikan strategi respons cacar monyet di masa depan di Afrika.
“Ini benar-benar harus menjadi prioritas untuk memvaksinasi orang di Afrika, di mana ada jenis yang lebih buruk yang sebenarnya telah membunuh orang,” katanya. Dia menambahkan bahwa lebih banyak limpahan cacar monyet kemungkinan besar terjadi di masa depan. “Apa pun vaksinasi yang terjadi di Eropa, itu tidak akan menyelesaikan masalah,” kata Balloux. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...