Wisnu Subroto, Jaksa dengan Berbagai Kasus Kontroversial
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lahir di Nganjuk, salah satu kota di Provinsi Jawa Timur, Wisnu Subroto seorang jaksa yang mengawali karirnya sebagai pegawai tata usaha di Kejaksaan Negeri Tangerang, kerap kali menangani kasus-kasus yang kontroversial.
Wisnu Subroto, dalam buku yang ditulisnya berjudul Wisnu Subroto Jaksa dengan Berbagai Kasus Kontroversial mencoba menyajikan fakta dan data tanpa bermaksud memberikan penilaian yang bersifat personal kepada siapa pun secara subjektif.
Buku tersebut menyajikan catatan hidup dan pengalaman batin Wisnu dalam pengabdian panjang berdinas selama 38 tahun, yang secara jujur dan secara moralitas mempertanggungjawabkan dan menjelaskan kisah hidup yang penuh dengan dinamika, bersifat apresiasi, hiruk-pikuk, gaduh, penuh opini yang menjadi beban psikologis, hingga sampai mengemban jabatan Jaksa Agung Muda Intelijen dan memasuki purna tugas.
Wisnu mempunyai pandangan sedari pertama kali ia bekerja bahwa pelanggaran sekecil apa pun pasti dapat ganjaran. Sebaliknya, prestasi pasti dapat penghargaan, minimal pujian dari atasan. Oleh karena itu, ucapan, langkah, dan tindakan, harus disesuaikan dengan status sebagai pegawai kejaksaan atau bagian dari penegak hukum.
Setelah masa Pendidikan Pembentukan Jaksa berakhir, Wisnu bersama empat rekannya memilih penempatan di Timor Timur (Timtim), yang waktu itu baru berintegrasi dengan Indonesia dan menjadi provinsi ke-27 setelah lama dijajah oleh Portugal.
Wisnu yang saat itu memulai jejaknya sebagai pegawai tata usaha di Kejaksaan Negeri Tangerang hingga sebelum purna menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jam Intel), membawa konsekuensi mengahadapi tugas yang lebih berat, dengan berbagai tantangan, mengingat jabatan sebelumnya sebagai Kapusdiklat, yang bertugas di bidang pendidikan.
Intelijen Kejaksaan adalah Intelijen Yustisial yang diarahkan untuk mendukung pelaksanaan tugas penegakan hukum dengan mengedepankan intelijen, berbasis informasi agar dapat mendeteksi dini dalam melakukan tugas penyelidikan mengolah informasi guna dilaporkan atau disampaikan kepada pimpinan untuk diambil keputusan dan dilaksanakan oleh bidang yang berwenang untuk itu.
Menurut Wisnu, pada masa tugas Jam Intel, banyak kasus kontroversial yang ditangani maupun yang terjadi pada korps Kejaksaan. Pelajaran dalam pelaksanaan tugas intelijen, apabila berhasil tidak kelihatan dan tidak diapresiasi, tetapi jika gagal atau kurang berhasil, maka menjadi tempat kesalahan.
Berbagai kasus kontroversial yang pernah ditangani oleh Wisnu Subroto dijabarkan secara lengkap dalam bukunya, antara lain Kasus Teror Warman/Komando Jihad, Perkara Korupsi yang Melibatkan Lurah, Perkara Restitusi Pajak di Surabaya, Kasus Ekspor Kayu di Kalimantan Timur, Menangkap dan Menahan Tiga Mantan Direktur Bank BNI, Kasus Urip Trigunawan, Menyelesaikan Masalah Ahmadiyah, Kasus Antasari Azhar, Kasus Anggodo Wijoyo, Perkara Dirjen Listrik Kementerian ESDM, dan Perkara Marsinah.
Wisnu Subroto dalam menjabarkan kasus-kasus yang dianggap kontroversial tersebut, di bagian akhir jabarannya, selalu menuangkan suatu kesimpulan yang berusaha membuka mata pembaca mengenai bagaimana seharusnya dalam menyikapi suatu permasalahan hukum yang nyata terjadi di tengah masyarakat Indonesia, tentu saja dari perspektifnya sebagai seorang jaksa.
Perkara Marsinah
Marsinah, kelahiran Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, 10 April 1969, adalah buruh pabrik arloji/jam PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, lalu kemudian dikenal sebagai aktivis buruh. Pada tahun 1993 Marsinah aktif demo, turun di jalan, menuntut kenaikan upah buruh, hingga akhirnya dia diculik dan dibunuh. Marsinah ditemukan tewas di sebuah gubuk pada tanggal 9 Mei 1993, sesudah empat hari menghilang, diculik, dalam keadaan yang mengenaskan.
Perkara penculikan dan pembunuhan Marsinah mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama para pegiat Hak Asasi Manusia (HAM).
Berbagai aksi diselenggarakan pegiat HAM dengan harapan pemerintah mengusut tuntas kasus Marsinah. Pembunuhan aktivis buruh tersebut juga mendapat perhatian dari International Labour Organization (ILO) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bahkan, ILO sempat memprotes pemerintah Indonesia, karena kasus pembunuhan Marsinah belum juga terungkap.
Untuk itu, Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jawa Timur melalui Detasemen Intelijen (Den Intel) turun tangan menginvestigasi kasus pembunuhan Marsinah.
Wisnu Subroto, yang pada saat kasus itu terjadi menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Surabaya, yang mengkoordinasikan penanganan perkara pembunuhan Marsinah bertanggung jawab secara teknis terhadap pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan pembunuhan Marsinah.
Perjalanan persidangan perkara pembunuhan Marsinah sangat panjang, mulai dari penculikan disertai penyiksaan di minibus, dalam keadaan sekarat ditaruh di kamar, dan keesokan malamnya diambil dan dibuang di Nganjuk, yang jaraknya kurang lebih 100 km.
Akhir dari persidangan perkara tersebut, semua terdakwa dihukum, karena terbukti secara sah dan meyakinkan di tingkat pengadilan negeri. Pada tingkat Pengadilan Tinggi, terjadi kontroversi, yaitu para pembunuh dijatuhi hukuman, sedangkan penggerak atau yang menyuruh melakukan pembunuhan, YS, pemilik pabrik, dibebaskan.
Protes tersebut sampai tingkat nasional, yang pada akhirnya, semua yang terlibat dalam perkara pembunuhan Marsinah dibebaskan oleh Mahkamah Agung RI, dengan pertimbangan, saksi mahkota (terdakwa saling bersaksi) melanggar HAM.
Pelajaran penting yang diperoleh dalam penanganan perkara Marsinah menurut Wisnu adalah: “untuk suksesnya penanganan perkara tidak hanya substansi yang benar, tetapi harus melalui proses atau prosedur yang benar pula.”
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...