World Stateman Award untuk SBY Melukai Rakyat
SATUHARAPAN.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberitakan akan mendapat penghargaan sebagai negarawan dunia dari Appeal Conscience Foundation, sebuah yayasan yang bermarkas di New Yor, Amerika Serikat. Penghargaan itu adalah World Stateman Award. Namun belum dijelaskan kapan penghargaan itu akan diberikan. Pihak Yayasan sendiri melalui situsnya hanya menampilkan foto tentang akan diadakannya acara makan malam pemberian penghargaan tersebut.
Informasi ini sangat mengejutkan, karena selama ini justru Indonesia menjadi sorotan dunia internasional berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum untuk melindungi kebebasan beragama dan kelompok minoritas. Berbagai kasus kekerasan berlatar-belakang agama, dan perampasan hak-hak kelompok masyarakat adat dan lepercayaannya dibiarkan terjadi, dan melibatkan aparat penegak hukum.
Berbagai protes yang dilakukan bahkan tidak diperhatikan dan kasus kekerasan oleh pejabat pemerintahan terus terjadi. Kasus yang banyak diprotes adalah kekerasan pada penganut Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen. Kasus terakhir tentang penyerangan terhadap Masjid Ahmadiyah dan rumah warga di Tasikmalaya. Belum lagi sederet kasus. Dalam tahun 2012 saja Setara Institute mencacat ada 264 kasus dan sebagian besar tidak diselesaikan.
Protes dan seruan untuk dihentikannya kekerasan terhadap penganut agama dan perlindungan kebebasan beragama dilakukan oleh Forum Rohaniawan se-Jabodetabek, Senin (8/4) lalu. Aksi itu merupakan kesekian kalinya, dan pemerintah tidak merespons secara memadai. Di tingkat internasional protes tentang sikap negara dan pemerintah yang membiarakan kekerasan dan merampas kebebasan beragama ini juga tidak direspons. Human Right Watch, misalnya menyampaikan kritik dan seruan berkaitan dengan pembongkaran gereja HKBP di Bekasi.
Seruan dan protes dari berbagai lembaga, seperti Indonesian Conference on Religion and Peace, the Wahid Instritute, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), bahkan juga oleh organisasi kemasyarakat Islam yang besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, selama ini tidak diperhatian.
Oleh karena itu, penghargaan ini akan sangat melukai mereka yang menjadi korban, dan rakyat Indonesia. Bahkan mengesankan tindakan pemerintah yang melanggar konstitusi seolah-olah dibenarkan. Apalagi jika benar dugaan bahwa penghargaan ini berkaitan dengan pencitraan menjelang sejumlah aganda politik yang penting. Penghargaan ini kemungkinan tidak murni, karena diketahui bahwa ada delegasi Indonesia yang sebelumnya bertemu dengan pengurus yayasan pada 4 Februari lalu.
Penghargaan ini menjadi naif, karena selama dua periode pemerintahan SBY justru kasus kekerasan berkaitan intoleransi beragama semakin banyak, dan berbagai survei menunjukkan penegakkan hukum berada pada kondisi yang sangat lemah.
Appeal Conscience Foundation tampaknya juga tutup mata pada kenyataan-kenyataan yang ada di Indonesia, bahkan tindakannya ini justru memperparah luka pada para korban. Lembaga ini menyebut bekerja atas nama kebebasan beragama dan hak azasi manusia, tetapi memberi penghargaan kepada kepala negara yang membiarkan hak azasi tersebut tidak dilindungi. Pemimpin agama dan bisnis yang bergabung dalam lembaga ini yang mempromosikan perdamaian, toleransi dan resolusi bagi konflik etnis semestinya melihat dengan cermat maslah ini dan realitas di Indonesia.
Soal penghargaan ini bukan sekadar piagam, tetapi soal pengakuan dan pembenaran atas apa yang dilakukan pemerintah selama ini. Oleh karena itu, yayasan ini pantas untuk mempertimbangkan kembali dan mencabutnya. Sebab, perdamaian dan kebebasan beragama yang dipromosikan oleh lembaga ini bertolak belakang dengan tindakan pemerintah, dan akan merusak kredibilitas yayasan. Kecuali, yayasan ini melihat berbagai kasus kekerasan intoleransi beragama di Indonesia sebagai omong kosong belaka.
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...