World Statesman Award: Wantimpres Perlu Nasehati Presiden
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aksi protes dilakukan oleh sejumlah kelompok seperti Solidaritas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan (SOBAT KBB) yaitu kelompok dari HKBP Filadelfia, GKI Yasmin, Forum Rohaniwan se-Jabodetabek, Jamaah Ahmadiyah, Jamaah Syiah,Wahid Institute, Setara Institute, LBH Jakarta, KontraS, Human Rights Working Group menanggapi rencana pemberian penghargaan World Statesman 2013 dari The Appeal of Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir Mei 2013 di New York. Mereka mendesak Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) khususnya yang bertanggung jawab untuk memberikan pertimbangan dalam bidang Hukum dan HAM, untuk dapat segera memberi masukan ataupun nasihat kepada Presiden agar secara bijak menolak penghargaan tersebut.
Berdasarkan siaran pers yang dikeluarkan oleh pada Jumat (10/5), kelompok-kelompok tersebut pada siang ini akan mendatangi kantor Wantimpres untuk mendesak agar pihaknya bisa memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk melakukan proses refleksi dan intropeksi kepada permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini khususnya tentang kebebasan beragama dan hak asasi. Wantimpres dapat memberikan pertimbangan yang lebih obyektif kepada Presiden, dengan indikatornya beragam laporan yang juga sudah diterima Wantimpres, dengan maraknya peristiwa intoleransi, diskriminasi dan bahkan intimidasi kepada kelompok-kelompok agama dan keyakinan yang dianggap minoritas di Indonesia.
Banyak kasus-kasus yang dialami oleh kelompok minoritas, bahkan ada juga yang dialami oleh sebagian kecil dari kelompok mayoritas tersebut. Seperti penutupan Masjid Ahmadiyah di Jawa Barat, pembakaran pemukiman dan pengusiran Jamaah Syiah di Sampang. Dan kasus yang saat ini baru terjadi yaitu pembongkaran rumah ibadah di HKBP Setu Bekasi dan juga tidak diberikannya izin untuk mendirikan rumah ibadah yang dialami oleh HKBP Filadelfia dan juga GKI Yasmin yang sebenarnya kedua gereja tersebut sudah memiliki putusan pengadilan tingkat tertinggi yang mengukuhkan keabsahan berdirinya kedua gereja di lokasinya masing-masing, izin resmi sudah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung tetapi tidak di jalankan oleh Pemerintahan Daerah setempat.
Dalam semua contoh kasus tersebut, terlihat Presiden SBY tidak melakukan koreksi apapun terhadap semua pelaku pembangkangan hukum dan Konstitusi tersebut, termasuk tidak mengkoreksi apa yang dilakukan oleh aparat-aparat negara terkait di daerah dan di pusat serta jajaran menteri di kabinetnya yang ternyata telah menjadi bagian dari masalah pelanggaran hukum, Konstitusi dan hak asasi manusia itu sendiri.
Dengan melihat kecenderungan Presiden yang secara subyektif menerima saja penghargaan meskipun prestasi kerjanya tidak berkorelasi dengan nilai yang hendak disampaikan melalui penghargaan tersebut, kiranya Presiden dapat mengukur diri sendiri dan refleksi pribadi terkait rencana penghargaan ini.
Wantimpres perlu segera untuk memberikan pertimbangan yang obyektif, agar menjadi cermin, sehingga Presiden dapat menyadari kapasitas diri yang sebenarnya sebagai pemimpin bangsa.
Editor : Yan Chrisna
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...