Yaman: Akibat Obat Kadaluwarsa, 10 Anak Meninggal, Puluhan Lainnya Sakit Parah
SANAA, SATUHAR4APAN.COM-Sedikitnya 10 pasien leukemia anak-anak di Yaman telah meninggal, dan puluhan lainnya sakit parah, setelah diberikan dosis pengobatan kanker yang kedaluwarsa di ibu kota yang dikuasai pemberontak, kata pejabat medis dan pekerja, hari Jumat (14/10).
Konflik Yaman yang merusak, sekarang memasuki tahun kedelapan, telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia dan menewaskan lebih dari 150.000 orang.
Anak-anak itu berusia antara tiga dan 15 tahun dan meninggal di Rumah Sakit Kuwait di Sanaa setelah disuntik dengan obat-obatan selundupan dosis lama di sejumlah klinik swasta, kata Kementerian Kesehatan yang dikelola pemberontak dalam sebuah pernyataan hari Kamis (13/10). Para pejabat tidak mengatakan kapan 10 kematian itu terjadi.
Menurut sejumlah pejabat kesehatan dan pekerja yang berbicara kepada The Associated Press, sekitar 50 anak menerima pengobatan kemoterapi selundupan yang dikenal sebagai Methotrexate yang awalnya diproduksi di India.
Mereka mengatakan total 19 anak telah meninggal karena pengobatan yang kadaluwarsa. Para pejabat dan pekerja berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak diberi pengarahan untuk berbicara dengan media.
Di tengah perang Yaman, kurangnya akses ke sumber daya dasar, termasuk makanan dan obat-obatan, telah menciptakan jaringan penyelundupan besar di kedua wilayah yang dikuasai pemberontak Houthi dan koalisi Arab Saudi.
Beberapa dokter di Sanaa mengatakan bahwa pejabat Houthi diam-diam bekerja dalam kemitraan dengan penyelundup obat-obatan yang sering menjual o9bat perawatan kedaluwarsa ke klinik swasta dari gudang penyimpanan di seluruh negeri. Dengan melakukan itu, mereka mengatakan Houthi membatasi ketersediaan perawatan yang aman.
Kementerian kesehatan Houthi mengatakan telah membuka penyelidikan atas insiden tersebut. Dalam pernyataan mereka, mereka menyalahkan kematian pada pasukan koalisi Arab Saudi karena menyebabkan kurangnya obat-obatan yang tersedia di daerah-daerah yang dikuasai Houthi.
Keluarga dari salah satu anak yang meninggal mengatakan bahwa putra mereka merasakan sakit dan kram setelah menerima perawatan kemoterapi yang kadaluwarsa dan meninggal lima hari kemudian. "Hal terburuk adalah bahwa administrasi rumah sakit berusaha menyembunyikan kebenaran dari kami," kata ayah anak laki-laki itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya demi keselamatannya dan keluarganya.
Kegagalan untuk memperpanjang gencatan senjata nasional pada awal Oktober telah mengancam akan menyalakan kembali pertumpahan darah setelah jeda enam bulan dalam pertempuran. Houthi menyalahkan negosiasi yang buntu pada PBB, yang telah memfasilitasi pembicaraan gencatan senjata, sementara utusan Amerika Serikat untuk Yaman menuduh kelompok pemberontak membajak pembicaraan damai melalui tuntutan menit terakhir.
Pasukan Houthi yang didukung Iran merebut sebagian besar wilayah Yaman utara dan Sanaa pada tahun 2014, mendorong pemerintah ke pengasingan. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi, termasuk Uni Emirat Arab, melakukan intervensi pada tahun berikutnya untuk mencoba mengembalikan pemerintah yang diakui secara internasional ke tampuk kekuasaan. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia dalam Penanggulangan Kel...
RIO DE JANEIRO, SATUHARAPAN.COM-Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri sesi perta...