Yaman Bentuk Pemerintahan Baru Bersama Pemberontak Selatan
ADEN, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pemerintahan baru telah dibentuk di Yaman, menurut laporan televisi pemerintah, menyusul perkembangan terbaru negara itu yang mengadopsi Perjanjian Riyadh yang mengatur struktur pembagian kekuasaan antara Dewan Transisi Selatan dan pemerintah Yaman.
Pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang berbasis di pelabuhan selatan Aden, dan separatis adalah sekutu koalisi pimpinan Arab Saudi, yang telah berperang melawan Houthi yang berpihak pada Iran yang menguasai ibu kota Sanaa sejak 2014.
Namun, separatis Dewan Transisi Selatan (STC) mendeklarasikan pemerintahan sendiri di Aden awal tahun ini, dan kedua belah pihak telah bertempur di selatan, mempersulit upaya PBB untuk menempa gencatan senjata permanen dalam keseluruhan konflik.
Perdana Menteri Maeen Abdulmalik diangkat kembali untuk memimpin kabinet baru, yang mencakup lima menteri dari blok politik terbesar Yaman, termasuk partai STC dan Islah, kata pernyataan dari kantor Hadi.
Namun, Hadi mempertahankan sekutu terdekatnya di kementerian utama pertahanan, dalam negeri, urusan luar negeri, dan keuangan.
Diplomat Yaman, Ahmad Awad bin Mubarak, ditunjuk sebagai menteri luar negeri baru Yaman. Mubarak sebelumnya menjabat sebagai duta besar Yaman untuk Amerika Serikat.
Letnan Jenderal Mohammed Ali Al-Maqdashi ditunjuk sebagai menteri pertahanan baru Yaman di bawah formasi pemerintahan baru. Al-Maqdashi sebelumnya adalah Kepala Staf Angkatan Bersenjata Yaman. Dan Mayor Jenderal Yaman Ibrahim Haydan telah ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri Yaman.
Pemerintahan baru menyusul dua pekan pemisahan pasukan dan penempatan kembali pasukan di selatan yang akan membuat mereka kembali ke medan perang dengan Houthi di utara dan luar Aden, kota pelabuhan yang sangat disengketakan.
Bentrokan di dalam kubu anti Houthi adalah salah satu faktor yang menghambat upaya PBB untuk merundingkan gencatan senjata nasional guna membuka jalan bagi dimulainya kembali negosiasi politik, yang terakhir diadakan pada Desember 2018, untuk mengakhiri perang yang lebih luas.
Riyadh telah berjuang untuk mencegah front lain berkembang di antara sekutunya dalam perang multifaset Yaman, yang telah terkunci dalam kebuntuan militer selama bertahun-tahun.
Konflik tersebut, yang secara luas terjadi di wilayah tersebut sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran, telah menewaskan lebih dari 100.000 orang dan menyebabkan apa yang menurut PBB sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia. (Reuters/Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...