Yang Berjuang di Negeri Orang
Mereka berani menanggung risiko.
SATU HARAPAN.COM – Setiap hari kantor saya riuh dengan rombongan calon tenaga kerja Indonesia (CTKI). Mereka berbondong-bondong ke kantor dengan membawa kepentingannya masing-masing. Ada yang mengikuti program pembekalan akhir pemberangkatan, ada yang melaksanakan uji kompetensi, ada pula yang mendaftar ulang keberangkatan. Mereka yang terlihat datang satu bis, masih akan dipecah berdasarkan negara tujuan penempatan, ada yang ke Hongkong, Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, juga ke negara kawasan Timur Tengah.
Mayoritas mereka mendaftar di sektor pekerjaan informal, sebagai house maid atau penata laksana rumah tangga. Tak banyak yang mendaftar di sektor pekerjaan formal. Selaras dengan tingkat pendidikan yang mereka tempuh—paling tinggi hanya tamatan SMA.
Di mata masyarakat umum, TKI diidentifikasi sebagai pekerja rendahan. Kerap pula TKI diasosiasikan sebagai orang-orang yang frustasi di kampung halaman dan memilih pergi mencari suasana baru. Di level pemerintahan, tagline TKI sumber devisa negara bergaung kencang, seolah membesarkan hati TKI dari aneka tuduhan yang memojokkan.
Terlepas dari mereka yang pulang dengan sukses atau pun mereka yang terlilit masalah, saya memandang TKI sebagai orang-orang yang tidak biasa. Mungkin mereka sebenarnya hanyalah orang-orang sederhana. Tetapi di balik kepolosannya, sejatinya TKI adalah kaum risk taker yang andal.
Mereka mungkin tak terlalu memahami seluk beluk administrasi kepengurusan TKI, apa lagi urusan politik dan diplomatik antarnegara. Tetapi, mereka tahu hidupnya harus diberdayakan demi keluarganya. Mereka sadar diri memilih bekerja ke luar negeri. Mereka akan hidup di negeri orang, yang jauh dari rumah, harus menahan jutaan rindu melewati ratusan hari. Mereka tahu risiko paling buruk yang mungkin harus dihadapi, seperti digembar-gemborkan media massa. Mereka pun harus belajar dengan cepat, lulus sertifikasi dan kompetensi yang beragam, belajar secara otodidak untuk urusan pergaulan dan budaya negara asing.
Saya tak punya nyali sebesar mereka. Oleh karena itu, saya salut kepada mereka. Saya hanya mengambil porsi kecil melayani mereka di dalam negeri. Bahkan mungkin apa yang saya lakukan untuk mereka tidak ada nilai tambah apa pun. Urusan keberanian dan niat tidak bisa diukur dengan mata telanjang, tidak bisa dipelajari dalam kelas persiapan dan pembekalan. Dan mereka dalam segala keterbatasan, mungkin juga dalam kegalauan dan keterasingan, sukses membulatkan tekad untuk pergi dan berani menyelesaikan tantangan yang ada.
Jadi bagi kita yang hari ini bekerja di dalam negeri, berkantor di ruangan yang apik, jangan pernah menganggap TKI itu rendahan. Keberanian mereka menanggung risiko, itu faktor x yang menjadikan mereka bermartabat. Kemampuan yang belum tentu kita miliki.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...