Loading...
INSPIRASI
Penulis: Weinata Sairin 14:52 WIB | Sabtu, 02 Juli 2022

Yesus Kristus Juru Selamat Umat Manusia

“Jadi ketahuilah, bahwa bukan karena jasa-jasamu TUHAN, Allahmu, memberikan kepadamu negeri yang baik itu untuk diduduki. Sesungguhnya engkau bangsa yang tegar tengkuk!” Ulangan 9:6

SATUHARAPAN.COM - Dalam kehidupan sehari-hari kita acap mendengar kata “jasa” atau bahkan sering menggunakan kata itu. Secara umum, kata “jasa” dimaknai sebagai ‘suatu perbuatan baik, berguna, atau bernilai yang dilakukan bagi orang lain, negara, atau lembaga’.

Seorang pemimpin dianggap berjasa di komunitasnya, misalnya, tatkla ia berhasil mendorong lahirnya minat baca bagi segenap anggota komunitas sehingga akhirnya di komunitas itu didirikan perpustakaan. Membaca kemudian menjadi budaya dan aktivitas yang amat menonjol di dalam komunitas itu, bahkan ada banyak lembaga lain yang kemudian belajar tentang bagaimana metode yang efektif agar setiap orang senang membaca buku, dari komunitas itu.

Seorang kepala desa di suatu kampung terpencil dihormati sekali sebagai orang yang amat berjasa karena pada suatu masa, ketika wabah penyakit menyerang desa itu, sang kepala desa mengundang keponakannya yang adalah seorang dokter dari kota. Dengan tekun, dokter itu akhirnya berhasil mengatasi wabah penyakit itu.

Dari pengalaman empiris dan banyak literatur yang kita baca, banyak sekali orang yang berjasa di berbagai bidang, sehingga ada pihak lain yang tertolong dan bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik karena jasa-jasa yang dibuat oleh banyak orang dari berbagai macam bidang.

Di dunia kerja kita mengenal adanya dua jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang menghasilkan barang dan pekerjaan yang menghasilkan jasa. Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap orang memerlukan kebutuhan pokok, yaitu makan, minum, dan pakaian.

Pekerjaan yang menghasilkan barang misalnya menjadi pedagang, tukang kayu, petani, peternak. Sementara itu, pekerjaan yang menghasilkan jasa antara lain guru, dokter, polisi, dan sopir.

Kata “jasa” acap kali juga kita dengar dalam hubungannya dengan pengorbanan para pahlawan bangsa di masa lalu dalam mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Pengorbanan para pahlawan, bahkan hingga mereka gugur dalam berjuang membela negara, akan selalu dikenang dan dihargai oleh seluruh warga bangsa dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi.

Hari Pahlawan yang diperingati secara nasional setiap tanggal 10 November adalah salah satu wujud nyata bagaimana kita sebagai bangsa benar-benar menghargai para pahlawan yang telah berjuang bagi kemerdekaan bangsa. Apakah secara pribadi seseorang dapat membanggakan atau menceritakan jasa-jasanya? Dalam pengalaman praktis, hal itu bisa saja terjadi.

Dalam suasana agak marah, seseorang lepas kendali dengan menyatakan: “Kamu tak ingat, ya? Dulu, jika bukan saya yang membiayai kuliah kamu, kamu tidak akan jadi direktur seperti sekarang ini! Kamu harus ingat jasa-jasa saya!”

Kadang-kadang, seorang terdakwa “tega” dan “berbesar kepala”, mengungkapkan jasa-jasa yang telah ia lakukan selama ia jadi pemimpin. Ia ungkapkan itu di ruang pengadilan sekaligus memohon agar ia mendapatkan keringanan tuntutan dari jaksa yang menuntut perkaranya.

Ayat Alkitab yang dikutip di bagian awal tulisan ini menegaskan bahwa bukan karena jasa mereka umat Israel bisa memasuki Tanah Perjanjian. Dalam Kitab Ulangan 9:1-6 yang perikopnya diberi judul oleh LAI: “Orang Israel diperingatkan supaya jangan membanggakan jasanya” diungkapkan dengan cukup keras agar Israel tahu diri, jangan lebay, seolah-olah dengan jasa mereka, mereka bisa memasuki Tanah Kanaan. Bukan karena jasa-jasa mereka, kebaikan, dan prestasi mereka, melainkan semata-mata karena tindakan dan anugerah Allah.

Allah sumber kekuatan Israel. Umat Israel sendiri lemah, baik fisik maupun iman. “Figur sentral” dalam pembebasan Israel dari Mesir hingga mereka masuk Tanah Kanaan adalah Allah, bukan kuasa lain.

Pengingatan Musa kepada umat Israel bukan tanpa alasan. Sebagai pemimpin umat yang berhikmat, Musa paham sekali psikologi umat Israel: umat yang labil spirit keagamaannya, umat yang sering tergoda pada lingkungan, pada sesuatu yang kasatmata, umat yang skeptis tentang Allah mereka, umat yang acap merasa “paling”, umat yang fragile, rapuh, sering cekcok dengan lingkup internal, umat yang tak sadar dan tak mampu mengemban misi sebagai umat pilihan. Pengingatan Musa agar umat Israel tidak membanggakan jasa mereka amat cerdas, tepat, dan relevan. Pengingatan itu akan menyadarkan umat tentang kedirian mereka yang punya misi khusus sehingga mereka tidak terjatuh menjadi umat yang terkontaminasi dunia.

Firman Allah dalam Ulangan 9 yang dikutip di awal bagian ini tetap penting bagi kita di era milenial. Kita tak boleh membanggakan jasa, walaupun kontribusi kita dalam kehidupan ini amat besar. 

Kita ada seperti kita ada sekarang ini hanya karena anugerah Allah dalam Yesus Kristus dan bukan karena jasa, prestasi, kamampuan, talenta, ataupun kompetensi kita. Kita juga diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus dan bukan hasil usaha kita (Ef. 2:8). Keselamatan yang dianugerahkan Yesus kepada kita dan semua umat yang percaya kepada-Nya menjadi sumber motivasi dan sumber energi yang tak pernah kering bagi kita untuk mengukir karya terbaik bagi Allah dan umat manusia di ruang-ruang sejarah.

Kita harus selalu sadar sesadar-sadarnya bahwa keselamatan kita itu bukan karena Amal, Persembahan, Jasa, Kebajikan atau Perbuatan apapun dari diri kita tetapi hanya karena anugerah Allah dalam nama Yesus Kristus.

Perbuatan baik, Kebajikan, Persembahan yang kita berikan bukan untuk memperoleh keselamatan tetapi karena Yesus sudah menyelamatkan kita melalui kematian-Nya di kayu Salib. 

Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu.God Bless.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home