YLBHI: MUI Jangan Campuri Urusan Agama Kepercayaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) semestinya tidak selayaknya intervensi atau mencampuri agama dan penghayat kepercayaan seseorang yang diluar Islam, hal tersebut sesuai dengan ranah dan kewenangan MUI.
Kewenangan MUI adalah sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mewadahi ulama dan cendekiawan Islam diperuntukkan untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum Muslimin atau orang yang beragama Islam. Dengan demikian hal tersebut harusnya dipahami dan disadari oleh semua pengurus MUI tentang kelembagaan MUI, sebagaimana dijelaskan YLBHI dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com di Jakarta, Jumat (14/11),
Pernyataan MUI bahwa kehidupan pengikut aliran kepercayaan di Indonesia tidak diakomodir (diatur) oleh negara merupakan pernyataan yang ngawur dan tidak berdasar. Sedangkan soal penguburan dan tata cara penguburan, hal itu merupakan hak internal dari masing-masing agama dan penghayat kepercayaan.
Sebelumnya, sejak Kamis (13/11), MUI telah mengeluarkan pernyataan di sejumlah media massa bahwa pengikut aliran kepercayaan agar kembali ke induk agamanya, yakni memeluk salah satu dari enam agama yang diakui pemerintah.
“Aliran kepercayaan itu kan bukan agama. Kami menghimbau sebaiknya pengikutnya kembali ke induk agamanya,” kata Wakil Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin, kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (13/11), seperti disarikan dari tribunnews.com.
YLBHI menjelaskan sebelum adanya enam agama yang diakui pemerintah, para leluhur Bangsa Indonesia sudah mempunyai kepercayaan tertentu. Maka, MUI seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak berdasar pada pemahaman sejarah bangsa Indonesia, terlebih tidak berdasarkan pada falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dirinnikan dari YLBHI, bahwa dalam UU Nomor 24/2013 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2006 Tentang Administrasi Kependudukan, disebutkan pengaturan mengenai penghayat kepercayaan di Pasal 8 ayat (4) terkait pelaksana urusan adminitrasi kependudukan, Pasal 58 ayat (2) huruf h terkait data perseorangan meliputi agama/kepercayaan, dan Pasal 64 ayat (5) terkait elemen data penduduk tentang agama bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
Kebebasan menganut agama atau kepercayaan bagi warga negara Indonesia sudah dijamin oleh Konstitusi (UUD 1945). Dengan demikian semua yang mengaku bagian dari negara Indonesia harus tunduk dan patuh terhdap konstitusi tersebut, tak terkecuali MUI. (PR)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...