Yustinus: Dana Ketahanan Energi Belum Bisa Dipungut Besok
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, menilai Dana Ketahanan Energi (DKE) belum bisa dipungut pada 5 Januari 2016 besok.
Menurut dia, pemungutan DKE harus menggunakan payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) khusus tentang jenis dan tarif dan tidak bisa dengan dasar hukum yang ada sekarang.
“Menurut saya belum bisa dipungut dengan dasar hukum yang ada sekarang. Harus ada PP khusus tentang jenis dan tarif,” kata Yustinus Prastowo kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Senin sore (4/1).
Sebagai warga negara, Yustinus dapat memahami respons publik yang merasakan terlalu banyak jenis pungutan dari negara, baik yang resmi maupun tidak resmi dan di sisi lain manfaat belum optimal dirasakan masyarakat. Demikian juga rencana pemungutan DKE per 5 Januari 2016 atas setiap liter premium dan solar, yang dari sisi manfaat penggunaanya belum jelas bagi masyarakat.
"Sejarah mencatat jatuh bangunnya peradaban dan kekuasaan disulut oleh beban pajak dan pungutan yang tinggi," katanya.
PP Khusus
Lebih lanjut, Yustinus mengatakan, secara normatif pungutan DKE dimungkinkan jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Ketahanan Energi Nasional. Namun, pungutan oleh negara sesuai Pasal 23A Undang-Undang Dasar (UUD) hanya berupa pajak atau pungutan lain yang diatur dengan undang-undang khusus.
"Karena belum ada UU sebagai pelaksanaan Pasal 23A tentang pungutan bukan pajak, maka kita tunduk pada UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," katanya.
Untuk itu, Yustinus menyarankan agar dibuat PP khusus sebagai aturan pelaksana dari Pasal 23A UUD. Adapun skema pungutan DKE dapat menggunakan konsep dana perkebunan kelapa sawit (CPO Supporting Fund) yang dipungut oleh Badan Layanan Umum (BLU).
"Tanpa ada PP yang mengatur jenis dan tarif pungutan DKE, pungutan DKE berpotensi melanggar UUD dan UU. Hal ini akan menambah persoalan di ruang publik, ditambah kemasan isu yang seolah tak peka pada beban rakyat," kata dia.
Yustinus berharap pemerintah memperhatikan sisi regulasi dan governance agar tidak menimbulkan dampak buruk di masa depan. "Pemerintah harus mewaspadai dinamika sosio-politik ini agar tidak menimbulkan gejolak. Setidaknya mulai diwacanakan bahwa pungutan ini masih konsep atau ide dan bisa diterapkan jika PP terbit dan dimasukkan dalam APBNP 2016," kata Direktur Eksekutif CITA itu.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...