Z’Rowaste, Gaya Anak Muda Acakacak Olah Kain Tradisional
SATUHARAPAN,COM – Perancang busana muda selalu punya cara sendiri dalam mengungkapkan konsep dalam berkarya. Z’Rowaste menjadi pilihan perancang busana generasi muda yang tergabung dalam Acakacak by LPTB Susan Budihardjo.
Itu adalah ungkapan gaul perancang busana generasi muda dalam menunjukkan prinsip tanpa limbah yang mereka terapkan dalam berkarya. Zero waste. Konsep itu pula yang kemudian mereka angkat sebagai tajuk, “Z’Rowaste”, ketika memamerkan karya di ajang Indonesia Fashion Week di Jakarta, penggal awal Maret lalu.
Melalui Z’Rowaste, Acakacak, butik yang menampung karya para desainer lulusan Lembaga Pengajaran Tata Busana (LPTB) Susan Budihardjo, menjawab permintaan SMESCO, melalui Samuel Wattimena, perancang busana senior sekaligus Staf Khusus Kementerian Koperasi dan UKM, untuk menggarap dua wastra Indonesia dalam dua persembahan koleksi. Acakacak memilih menggarap lurik sebagai pilihan bebas, dan menerima tawaran pilihan kedua untuk menggarap tenun Tanimbar.
Dalam presentasi di Indonesia Fashion Week, Acakacak menyertakan 12 desainer anggotanya, yakni Andreas Wen, Anindito Wicaksono,Astri Prinita, Aurelia Dalimunthe, Cindy Kwan, Dewi Saputri, Dian Ratna Purba, Fattahdilla Mezzaya, Ferin Felicia Limanto, Joselin Wijaya, Rachel Sherlynda, dan Sisi Brigitta.
Z’Rowaste ditampilkan sesuai dengan DNA produk Acakacak by LPTB Susan Budihardjo yang berbasis di Bali dan berjualan via online itu, yakni gaya kasual, rileks, resor, ringan, dan mencerminkan kekhasan Acakacak untuk mengajak orang berkreasi bebas dalam memadupadankan busana.
Lurik menjadi primadona pada deretan koleksi yang dikeluarkan Acakacak by LPTB Susan Budihardjo di panggung peragaan Indonesia Fashion Week pada 10 Maret 2016.
Keduabelas desainer yang tergabung di dalam peragaan itu menerapkan motif saling tabrak yang berani. Mereka harus mampu menjawab tantangan menghadapi lebar bahan lurik yang pendek, mengolah kreativitas untuk mampu menyajikan tampilan baru yang kontemporer pada kain tradisional itu.
“Kami ingin agar kain tradisional seperti lurik dan batik, menjadi mudah diterima oleh anak-anak muda, karena itu kami bermain-main dengan potongan yang berkesan sembarang, menggunakan bahan masa kini seperti scuba, dan pada padan yang adaptif terhadap segala usia,” kata Aurelia Dalimunthe yang menjadi juru bicara dalam menggarap lurik.
Konsep dituangkan dalam wujud jaket bomber, celana 7/8, celana 3/4 dengan detail belahan, atasan tanpa lengan, hingga sweater.
Salah satu tantangan bagi perancang busana dalam mengolah kain tradisional ke dalam karyanya adalah lebar kain yang lebh pendek dari lebar kain biasa. Demikian pula ketika Acakacak harus mengolah tenun ikat Tanimbar, asal Maluku Tenggara Barat yang berwujud fisik tebal, dalam persembahan peragaan di Indonesia Fashion Week 2016 pada, 13 Maret 2016.
Z’rowaste pada penampilan Tanimbar, diterapkan sebagai minim potong yang berbuntut minim limbah. Para desainer Acakacak memilih membuat siluet yang ringkas, lurus, longgar, juga teknik moulage agar tidak terlalu banyak guntingan.
Kendala lebar kain yang pendek, seperti dikemukakan Astri Prinita, juru bicara yang menggarap Tanimbar, diakali dengan menyambungkannya dengan bahan lain. Menambahkan motif sablon di atas bahan Tanimbar merupakan upaya para desainer ini untuk memberi tambahan kesan lebih atraktif dan lebih muda pada rancangan.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...