Angelorum Choir, Suara Malaikat Jemaat GMIT
SATUHARAPAN.COM – ‘Sound From East’ adalah tema konser Angelorum Choir, kelompok paduan suara gereja. Tema tersebut jika kita terjemahkan artinya ‘Suara dari Timur’. Hanya dengan membaca tema yang tertera di tiket konser seharga Rp 100.000 itu, langsung terbayang suara malaikat yang akan tampil adalah sekelompok orang-orang muda berkulit eksotis dengan senyum memikat, dan mereka berasal dari wilayah Indonesia bagian timur, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Rabu malam (30/7/2014), bertempat di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat, sejak pukul 17.30 WIB penonton yang sudah datang sudah dipersilahkan masuk oleh panitia ke dalam tempat konser di sebuah aula berbentuk dome dengan diameter sekitar 20 meter itu. Rupanya antusiasme jemaat gereja cukup baik, jika kita lihat kehadiran lebih kurang 300 orang penonton yang hadir dari jemaat di Jakarta.
Angelorum Choir terdiri dari 26 muda mudi Jemaat Ora Et Labora Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) NTT, yang telah delapan tahun terbentuk untuk melayani Tuhan dengan talenta berupa suara emas yang mereka miliki. Di tahun 2014 ini, Angelorum Choir memiliki kerinduan untuk membantu salah satu jemaat di pedalaman NTT, yaitu Jemaat GMIT Arity Tuasenun di Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.
Oleh sebab itu, konser mereka dalam rangka penggalangan dana untuk membantu pembangunan gereja Jemaat GMIT Arity Tuasenun, dan gereja-gereja lainnya di wilayah NTT, sebagai wujud kepedulian terhadap sesama ciptaan Tuhan. Acara konser ini terdiri dari pagelaran musik, tari dan atraksi budaya Indonesia Timur.
Acara konser ini turut didukung pula oleh Yayasan Musik Gereja (Yamuger), Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pemprov NTT, Bank NTT, Sinode GMIT, dan GPIB Imamanuel DKI Jakarta sebagai tuan rumahnya, yang memfasilitasi kegiatan konser pada Rabu malam itu. Serta, Farry Francis, anggota DPR RI perwakilan NTT yang telah memfasilitasi paduan suara gereja ini dengan penginapan selama 10 hari mereka berada di Jakarta.
Konser berdurasi 2,5 jam itu dimulai tepat waktu. Pukul 18.30 WIB, sekelompok muda mudi mengenakan kostum khas Indonesia Timur warna biru muncul dari belakang stage, lalu berbaris dalam tiga shaf di mana laki-laki di sebelah kanan dan perempuan di bagian kiri dari barisan mereka, dan Anthony Frans selaku konduktor dari Angelorum Choir.
Dalam konser ini, kita juga dapat melihat betapa perkembangan musik gereja, di mana lagu yang dibawakan merupakan yang saat ini populer dinyanyikan umat gereja dalam konteks masyarakat NTT, baik lagu dengan Bahasa Indonesia sampai bahasa daerah.
Di sesi pertama konser berisikan ragam lagu pujian kepada Allah, di mana lagu yang dibawakan Angelorum Choir seluruhnya A Capella. Lagu pertama yang dibawakan adalah ‘Betapa Mulia Nama Tuhan’ yang diaransemen oleh Tom Feltke, dan lagu kedua ‘Allelluia’ diaransemen oleh Randall Thomson.
Disusul lagu dengan genre Traditional Negro Spiritual, ‘I Can Tell The World’, dan ‘My Soul Been Anchored’ diaransemen oleh Moses Hogan. Kemudian lagu ‘Tuhan Berapa Lama’ diaransemen oleh Pontas Purba, dan sebuah karya klasik diaransemen oleh Quincy Jones, ‘Halleluyah: A Soulful Celebration’.
Dalam rangka merangkai persahabatan dengan rekan-rekan dari Jakarta, Angelorum Choir bernyanyi bersama Paduan Suara Gita Bakti dari GPIB se-Jabodetabek, dengan membawakan lagu berjudul ‘Persaudaraan yang Rukun’ karya Bonar Gultom, diiringi musik piano.
Permainan instrumen musik petik, yaitu Sasando, menutup sesi pertama konser. Suara musik Sasando lebih mirip seperti alat musik kecapi asal Jawa Barat, namun dari bentuknya sangat berbeda. Lagu yang dibawakan berjudul ‘Ofa Langga’, merupakan lagu rakyat Pulau Rote.
Pada sesi kedua, konser berisikan ragam nyanyian etnis NTT dan pertunjukan budaya lebih mendominasi, Angelorum Choir yang telah berganti kostum busana daerah, menyanyikan lagu ‘Flobamora Tercinta’ sambil menari tarian khas NTT dengan iringan musik Sasando.
Selanjutnya lagu tradisional Alor berjudul ‘Simane’, dan lagu tradisional Flores Timur berjudul ‘Pai Mura Rame’, keduanya diiringi dentuman khas alat musik pukul yang terbuat dari bambu sehingga membuat tempo terasa riang. Berbeda dengan berjudul ‘Ama Amnau To’ ciptaan John Tius, diaransemen oleh Dina Lake, dengan irama yang lebih melankolis.
Lagu tradisional TTS, ‘Uis Tu Tani Mau’ dinyanyikan dengan tempo yang lebih riang disertai dentuman alat musik pukul. Lagu ini sedikit diwarnai dengan lirik yang dinyanyikan seperti rap oleh salah satu anggota paduan suara laki-laki, yang lainnya saling bersahut-sahutan menjadi latar belakang suaranya. Setelah itu lagu tradisional Flores berjudul ‘Pujilah Tuhan’ bernuansa pop.
Konser ditutup dengan lagu ‘Gemu Famire’. Dengan irama riang dan tarian ringan membuat banyak penonton ingin ikut menari bersama Angelorum Choir. Sampai akhir acara, disampaikan panitia bahwa dana yang terkumpul untuk pembangunan gereja di NTT sebesar lebih kurang Rp13.400.000. Disampaikan pula bahwa penggalangan dana ini masih terus terbuka bagi siapapun di luar acara konser, yang mana dapat disalurkan dengan menghubungi para pendukung acara ini.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...